JAKARTA, KOMPAS - Pembangunan pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, bertujuan mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik di Laut China Selatan. Pengembangan kekuatan militer tersebut dilaksanakan berdasarkan berbagai kemungkinan eskalasi konflik yang terjadi.
Hal ini disampaikan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ade Supandi di Jakarta, Selasa (24/4/2018). Ade mengatakan, pembangunan pangkalan TNI AL di Natuna dilaksanakan sebagai bagian dari pengembangan kekuatan TNI di perbatasan. Apalagi, Natuna berhadapan langsung dengan Laut China Selatan yang suhu konfliknya tengah memanas. Walaupun Indonesia tidak tergolong negara-negara yang mengklaim wilayah teritorial di Laut China Selatan, upaya antisipasi tetap perlu dilakukan sebagai bagian menjaga kedaulatan Negara Kesatuan RI (NKRI).
Pangkalan TNI AL yang terletak di Selat Lampa itu dirancang untuk bisa beradaptasi sesuai dengan kebutuhan operasi. ”Kita antisipasi berbagai kemungkinan perubahan eskalasi konflik,” kata Ade.
Ade menjelaskan, pangkalan di Natuna dapat berfungsi sebagai pangkalan awal, pangkalan operasi, dan pangkalan aju atau depan. Berlakunya fungsi ini berdasarkan kondisi atau kebutuhan di saat tertentu.
”Jadi, kita buat beberapa skenario konflik yang mungkin terjadi. Dari perkiraan skenario ini, diperkirakan kemungkinan manuver yang dibutuhkan,” kata Ade.
Perairan Laut China Selatan relatif memanas sejak mencuat masalah sengketa batas wilayah antara Republik Rakyat China, Filipina, Vietnam, dan Jepang.
Pada Senin (23/4), Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meninjau pembangunan fasilitas TNI AL di Selat Lampa sebagai bagian dari pembangunan terintegrasi TNI. Hadi memeriksa kemajuan pembangunan dermaga yang akan menjadi tempat bersandar hingga 12 kapal perang, termasuk kapal selam. Kapal-kapal ini nantinya bisa mengisi perbekalan sehingga operasi di sekitar Laut Natuna bisa lebih efektif dan efisien.
”Saya cukup puas karena kemajuan pembangunannya cukup signifikan serta sudah tersedia fasilitas untuk suplai air tawar dan bahan bakar minyak yang bagus untuk operasional,” kata Panglima TNI.
Asisten Operasi KSAL Laksamana Muda Aan Kurnia mengatakan, Natuna dibutuhkan sebagai pangkalan labuh. Hal ini membuat kapal yang beroperasi di sekitar Natuna bisa mengisi bahan bakar minyak dan melakukan perbaikan tanpa harus kembali ke pangkalan utama. Selama ini, kapal-kapal perang TNI AL yang beroperasi di perairan Natuna harus mengambil perbekalan dan melakukan perbaikan di Batam, Kepri, atau Pontianak, Kalimantan Barat.
”Dari segi operasi tentunya lebih efisien kalau ada pangkalan labuh di Natuna,” katanya.
Dalam kondisi di mana ada pertempuran militer, Natuna memang menjadi daerah terdepan. Akan tetapi, di daerah ini justru tidak banyak kapal yang ada di pangkalan depan. Pasalnya, pangkalan depan pasti akan menjadi medan pertempuran yang paling intensif.
”Nanti juga akan dibagi lagi, tergantung eskalasinya,” kata Aan.
Pelabuhan alam
Kepada Panglima TNI, Kepala Dinas Fasilitas Pangkalan TNI AL (Disfaslanal) Laksamana Pertama Marhuale Simbolon menjelaskan dengan rinci tentang fasilitas dermaga di Selat Lampa. Ia mengatakan, panjang dermaga adalah 150 meter sehingga 12 kapal bisa bersandar sekaligus.
Lokasi pembangunan dermaga adalah pelabuhan alam dengan kedalaman air mencapai 4-20 meter.