JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Partai Demokrat belum memastikan akan memberikan dukungan kepada petahana, Joko Widodo, atau Prabowo Subianto sebagai calon presiden Republik Indonesia pada pemilu mendatang.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan di Jakarta, Kamis (10/5/2018), mengibaratkan partainya tengah tumbuh mekar sehingga banyak yang melirik untuk meminang. Selain elektabilitas partai yang terus meningkat, juga faktor Susilo Bambang Yudhoyono sebagai nakhoda sekaligus pendiri partai dan Agus Harimurti Yudhoyono yang kini intens bersafari ke daerah.
Hinca mengatakan, yang ingin ditekankan Demokrat saat pembicaraan dengan para calon peminat di antaranya bagaimana mereka menerima tawaran program kerja SBY saat memimpin negara ini. Terutama upaya perbaikan daya beli, tingkatkan perekonomian dan pembukaan lapangan kerja yang lebih besar dari sekarang, serta program lain yang dilaksanakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
”Semua hal, khususnya infrastruktur, sudah membaik. Namun, kita harus memastikan masyarakat bisa makan adalah sebuah hal yang lebih baik lagi,” kata Hinca.
Sementara itu, PDI-P menyerahkan pemilihan calon wakil presiden kepada Jokowi selaku penerima mandat partai. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Eriko Sotadurga mengatakan, semua yang dibutuhkan untuk mendampingi Jokowi ada pada Jusuf Kalla.
Mulai dari kedekatan psikologis, elektabilitas, hingga penerimaan sosok Kalla oleh anggota parpol pendukung Jokowi-Kalla. Pendapat serupa dinyatakan Tubagus Hasan Ace Syadzily, Ketua DPP Partai Golkar.
Sebaliknya, Ahmad Riza Patria, Ketua DPP Partai Gerindra, mengatakan, meski partainya berkomunikasi intensif dengan Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera, mereka belum bisa menentukan calon wakil presiden pendamping calon presiden Prabowo Subianto. ”Kami masih pikirkan waktu umumkan pendamping Prabowo,” katanya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, masalah pendamping capres menarik karena memunculkan nama baru di pentas politik. ”Pragmatisme politik tak akan terhindari, khususnya ongkos politik dan tingkat keterpilihan calon yang diusung,” ujarnya.