JAKARTA, KOMPAS — Gugus tugas pengawasan kampanye, Rabu (16/5/2018), menyepakati definisi lebih rinci mengenai citra diri partai politik yang bisa dikategorikan sebagai kampanye. Dengan munculnya kesepakatan lintas instansi ini, partai politik kembali diperingatkan agar tidak menggunakan masa prakampanye untuk menampilkan citra diri partai, baik di media massa maupun medium lain.
Rapat gugus tugas yang digelar di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta itu dihadiri anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu M Afifuddin, serta anggota Komisi Penyiaran Indonesia Nuning Rodiyah. Kesepakatan atas definisi citra diri tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh perwakilan masing-masing instansi.
”Ada beberapa pihak yang bertanya ke KPU, Bawaslu, dan KPI terkait apa itu citra diri peserta pemilu sehingga perlu diperjelas. Kami menyepakati citra diri meliputi dua hal. Pertama logo parpol, kedua nomor urut parpol,” kata Wahyu Setiawan.
Menurut dia, dua unsur citra diri itu bersifat alternatif dan mengikat. Oleh karena itu, menampilkan logo atau nomor urut partai politik di media massa ataupun medium lain bisa dikategorikan dengan citra diri yang merupakan bagian dari kampanye. Kendati tidak memuat visi, misi, dan program partai, jika unsur citra diri sudah terpenuhi, hal itu bisa didefinisikan sebagai kampanye.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Pasal 1 Angka 35 menyebut, kampanye ialah kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Namun, definisi citra diri peserta pemilu tidak dibahas lebih lanjut dalam UU Pemilu. Pasal 274 hanya menyebutkan materi kampanye berisi visi, misi, dan program parpol, perseorangan calon anggota DPD, serta calon presiden dan wakil presiden.
Hal ini kemudian diperjelas dalam draf peraturan KPU tentang kampanye yang sudah dibahas bersama dengan Komis II DPR dan pemerintah kendati belum disahkan. Di draf itu disebutkan bahwa materi kampanye, selain mencakup visi, misi, dan program, juga berupa citra diri. Namun, dalam draf awal PKPU itu juga belum dijabarkan definisi citra diri.
Nuning mengatakan, setelah penandatanganan berita acara gugus tugas, KPI akan mengawasi iklan yang menampilkan citra diri terkait dengan pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2019. Penampilan unsur logo partai dan nomor urut partai sudah bisa dikategorikan sebagai pelanggaran kampanye berupa citra diri.
Sesuai dengan UU No 7/2017, kampanye dilarang dilakukan di luar jadwal yang ditetapkan oleh KPU. Pada Pemilu 2019, jadwal kampanye ditetapkan KPU, yaitu dari 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Kampanye di luar jadwal bisa dijerat dengan sanksi pidana.
Anggota Bawaslu, M Afifuddin, mengatakan, sejauh ini sudah ada beberapa partai yang terindikasi kampanye di luar jadwal karena menampilkan citra diri. Salah satu lembaga swadaya masyarakat, katanya, melaporkan 11 parpol yang diduga berkampanye di luar jadwal dengan berbagai medium. Selain itu, Bawaslu juga sedang memproses Partai Solidaritas Indonesia yang direncanakan hasil pemeriksaannya bisa diputuskan Kamis. Beberapa dugaan pelanggaran oleh partai lain sedang dikaji oleh Bawaslu di daerah.
Bukan kampanye
Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni yang menyambangi Bawaslu menyampaikan optimisme materi iklan hasil survei nama-nama menteri oleh PSI bukan materi kampanye. Menurut dia, materi kampanye ialah menyampaikan visi, misi, dan program PSI. Di materi iklan itu, katanya, sama sekali tidak ada visi, misi, dan program PSI. Logo PSI, menurut dia, hanya bertujuan menunjukkan kredibilitas survei.
PSI berpendapat, pemaknaan citra diri sebagai materi kampanye tidak dijelaskan dalam UU Pemilu. Selain itu, parameternya juga tidak dijelaskan dalam UU itu. Raja Juli juga berharap Bawaslu bisa bersikap adil dan menangani potensi pelanggaran oleh partai-partai lama.