JAKARTA, KOMPAS – Jajaran Partai Golkar diduga turut menikmati aliran dana kasus pengadaan satelite monitoring di Badan Keamanan Laut yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Menteri Sosial Idrus Marham memenuhi panggilan penyidik untuk mengklarifikasi dugaan aliran dana yang disebut berputar di lingkungan partai.
Sebelumnya Idrus diminta hadir pada Senin (14/5) tapi tidak datang. Penjadwalan ulang pemeriksaan ulang dilakukan untuk Senin (21/5) ini. Kendati demikian, Idrus baru hadir sekitar pukul 14.11 WIB. Pemeriksaan hampir 4 jam pun dilaksanakan terhadap mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu.
“Jadi, hari ini saya datang dalam rangka untuk memberikan konfirmasi sebagai Sekjen dulu yang terkait dengan kasus Bakamla. Saya sudah berikan tadi jawaban substansinya dan konfirmasi apa yang dituduhkan itu sudah saya jelaskan,” ujar Idrus.
Idrus bukan pejabat Golkar pertama yang diperiksa untuk tersangka Fayakhun Andriadi dalam kasus di Bakamla. Pekan lalu, Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai lebih dulu diminta keterangannya. Saat itu, Yorris membantah dirinya mendapat aliran dana hingga Rp 1 miliar dari Fayakhun.
Uang itu disebut sebagai kesepakatan agar Fayakhun didukung menjadi Ketua DPD Golkar DKI Jakarta. Penyerahan uang dilakukan melalui sopir Fayakhun kepada ajudan Yorris. Hal itu yang dikonfirmasi kepada penyidik karena dirinya tidak pernah mendapat laporan dari ajudannya terkait uang yang dimaksud.
Selain Yorris, nama Kahar Muzakar juga dikabarkan segera dipanggil KPK untuk mengklarifikasi mengenai dugaan aliran dana terkait Bakamla ini. Pemeriksaan terhadap Yorris dan Idrus sendiri tidak masuk dalam daftar pemeriksaan yang diumumkan ke media. Hanya sejumlah nama dari pihak swasta yang munvul dalam jadwal pemeriksaan.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah belum mengonfirmasi mengenai pemanggilan terhadap Kahar untuk diperiksa sebagai saksi. Ia hanya membenarkan pemeriksaan mengenai Idrus. “KPK membutuhkan keterangan yang bersangkutan sebagai saksi untuk tersangka FA untuk mengklarifikasi informasi aliran dana terkait proses pembahasan anggaran Bakamla RI di DPR,” ujar Febri.
Kasus Bakamla ini berawal dari operasi tangkap tangan terhadap Eko Susilo Hadi yang merupakan Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla, dan pihak PT Melati Technofo Indonesia yaitu Fahmi Darmawansyah, Muhammad Adami Okta, dan Hardy Stefanus atas dugaan suap yang mencapai Rp 43,6 miliar agar perusahaan tersebut bisa menag proyek.