JAKARTA, KOMPAS – Turunnya kitab suci Al Quran telah menjadi pandu penuntun umat manusia mengaruhi kehidupannya. Karena itu, kitab ini telah menjadi pedoman mulia manusia di muka bumi hingga masuk era gelombang disrupsi digital. Peristiwa itu sekaligus sebagai tanda dimulainya era baru setelah umat hidup di zaman kegelapan.
Penegasan ini disampaikan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan sambutannya di peringatan Nuzulul Quran Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (4/6/2018) malam. “Meskipun kehidupan manusia memasuki era digitalisasi, Al Quran tetap sangat relevan sebagai sumber ajaran moral dan inspirasi. Al Quran adalah hidayah dalam mengarungi gelombang disrupsi digital, sehingga kita bisa terselamatkan, bisa tetap produktif, kompetitif, dan tetap berprestasi,” kata Presiden di depan hadirin.
Turunnya Al Quran, kata Presiden, menandai babak baru sejarah umat yang membawa mereka dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang. Pada kesempatan itu, Presiden mengingatkan perintah Allah Swt di dalam Al Quran untuk terus menerus membangun kemajuan umat dengan memperkuat budaya membaca buku, alam, dan kehidupan sehari-hari. Kemajuan umat, kata Presiden, yang harus dibangun dengan memperkuat komitmen keadilan sosial, hukum, dan politik. Begitu pun juga seruan untuk mewujudkan keadilan sosial serta mewujudkan negeri yang subur dan makmur, adil dan aman.
“Bangsa Indonesia harus tetap menjadi khoiru ummah, umat yang terbaik dan besar, kompetitif berkemajuan, berkeadaban dan disegani oleh bangsa-bangsa lain,” kata Presiden. Berangkat dari hal ini, Presiden mengajak semua pihak untuk membawa bangsa Indonesia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bukti bahwa bangsa ini benar-benar mengemban perintah Allah.
“Dengan bersumber pada Al Quran mari membangun kemaslahatan, membangun kedamaian, membangun kemajuan dan harmoni di tengah masyarakat,” kata Presiden.
Hadir di lokasi acara, Wakil Presiden Jusuf Kalla, pimpinan lembaga negara, menteri Kabinet Kerja, duta besar negara sahabat, pimpinan organisasi kemasyarakatan, anak yatim piatu, serta tamu undangan lain. Anak-anak yatim di acara ini mendapat tempat istimewa dengan duduk di bangku barian tengah bagian depan. Barisan terdepan mereka hanya terpaut dua baris bangku dari Presiden dan Wakil Presiden. Posisi ini lebih depan dibanding sebagian menteri yang hadir di acara ini, salah satunya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto yang duduk di deret bangku ketujuh dari depan.
Keadilan dan Kebajikan
Bertindak sebagai penceramah pada peringatan kali ini adalah Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia Cholil Nafis. Cholil dalam ceramahnya mengingatkan bahwa kehadiran Al Quran menandai dimulainya misi kenabian Muhammad Saw. Al-Quran dan seluruh sistem ajarannya menjadi sumber utama pembentukan akhlaq mulia bagi manusia. Kisah-kisah dalam Al-Quran, kata Nafis, menjelaskan bahwa kehancuran umat-umat terdahulu juga lebih banyak disebabkan oleh buruknya akhlaq, dan pada saat misi kenabian dimulai malah disebut dengan “zaman jahiliyah” atau zaman kebodohan.
“Di sinilah titik urgensi kita merefleksikan diri di peringatan Nuzulul Quran. Kehadiran kitab suci ini setidaknya menunjukkan dua hal, dimulainya misi kenabian Muhammad Saw dan gambaran dari akhlaq Rasulullah yang patut untuk kita teladani,” kata Nafis.
Al Quran telah menjadi inspirasi Muhammad memimpin Madinah hingga kemudian menjadi embrio gerak pencerahan Islam. Agar dapat menggapai kesejahteraan seperti yang pernah terjadi di Madinah, sepatutnya bangsa Indonesia dapat menegakkan keadilan dan kebajikan yang menjadi semangat utama Piagam Madinah.
“Adil harus dipraktikkan, bukan diteorikan, apalagi hanya jadi bahan diskursus di media sosial. Khusus bagi pihak yang menerima amanah, yaitu para pemimpin negeri ini harus benar-benar memahami tentang nilai keadilam dan terus berupaya agar keadilan benar-benar dapat ditegakkam,” kata Nafis.