JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menggelar rapat dengan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pemerintah dan DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, dan pihak-pihak terkait lain untuk membahas masuknya sejumlah pasal di undang-undang tindak pidana khusus ke dalam RUU KUHP.
”Siang ini (Kamis, 7/6/2018) rapat. Kita koordinasikan persoalan ini supaya tidak ada salah penilaian atas masuknya pasal-pasal tipidsus (tindak pidana khusus) ke RUU KUHP,” ujar Wiranto seusai rapat dengan Badan Anggaran DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Sebelum rapat tersebut, Wiranto mengatakan telah bertemu dengan Panja RUU KUHP Pemerintah untuk membahas persoalan itu pada Rabu (6/6/2018). Dalam pertemuan, panja menjelaskan maksud dari masuknya pasal-pasal tersebut. Dari penjelasan itu, dia pun yakin tak ada yang perlu dikhawatirkan dari persoalan tersebut.
”Satu hal, kalau ada dugaan masuknya pasal-pasal tipidsus ke RUU KUHP akan melemahkan, apalagi membubarkan aparat penegak hukum yang menangani tipidsus, seperti KPK, BNN, dan lainnya, hal itu tidak benar. Begitu pula pemberantasan korupsi, narkotika, dan lainnya akan menjadi lemah, hal itu tidak betul,” tuturnya.
Dia menyebutkan, masuknya sejumlah pasal tersebut karena pemerintah berkeinginan menjadikan RUU KUHP sebagai kodifikasi dari aturan-aturan pidana yang ada di Indonesia. Yang dimasukkan pun hanya delik pokok dari tipidsus, dan hal itu tidak menghilangkan aturan di undang-undang tipidsus.
”Dibaca juga pasal peralihan di RUU KUHP, sudah jelas pasal yang tertera di situ bahwa kewenangan lembaga-lembaga yang menangani tipidsus tak akan berkurang,” ujarnya.
Pasal dimaksud adalah Pasal 729 yang berbunyi, saat undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan bab tentang tipidsus dalam undang-undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam undang-undang masing-masing.