JAKARTA, KOMPAS — Sinergitas Kepolisian Negara RI dengan Tentara Nasional Indonesia menjadi syarat mutlak terciptanya kondisi keamanan yang kondusif. Hubungan harmonis di antara pemimpin kedua lembaga perlu disempurnakan dengan pengawasan yang menyeluruh untuk menjamin keharmonisan terlaksana hingga jajaran terbawah.
Meskipun peran menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi tanggung jawab Polri, tugas itu tidak bisa berjalan efektif tanpa bantuan elemen lain, salah satunya TNI. Atas dasar itu, dalam berbagai operasi besar, seperti pengamanan pada Operasi Ketupat 2018 hingga persiapan Asian Games 2018, Polri melibatkan TNI.
Namun, ketika sinergitas itu tengah berlangsung pada Operasi Ketupat 2018, terdapat peristiwa yang mencoreng kebersamaan TNI-Polri. Delapan anggota Polri diduga terlibat dalam peristiwa penusukan dua anggota TNI, yaitu Sersan Dua (Serda) Darma Aji dan Serda Nicolaus Kegomoi, Kamis (7/6/2018), di sebuah tempat hiburan di Depok, Jawa Barat. Akibat peristiwa itu, Darma meninggal.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Mohammad Iqbal mengatakan, tim penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menetapkan tiga anggota Polri sebagai tersangka dalam kasus itu. Ia menekankan, peristiwa itu tidak akan mengganggu keharmonisan dan sinergitas Polri dengan TNI.
”Kami menyesalkan kejadian ini di saat Polri-TNI tengah bergandengan tangan melaksanakan tugas negara untuk masyarakat. Kami pastikan itu adalah tindakan individu dan pasti akan diproses hukum dengan tegas di peradilan umum,” kata Iqbal, Minggu (10/6/2018), di Jakarta.
Ketiga anggota Polri itu dijerat dengan Pasal 170 juncto Pasal 351 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Secara terpisah, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengapresiasi upaya Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk melibatkan TNI dalam sektor keamanan. Langkah itu diperlukan, tambahnya, selain untuk menghadirkan relasi baik di antara kedua institusi, juga dibutuhkan guna meminimalikan konflik di antara personel Polri dan TNI.
”Upaya yang dilakukan pimpinan Polri dan TNI untuk menjaga sinergitas semua personel di daerah sudah perlu dilakukan. Kedua lembaga harus menjaga netralitas, profesionalitas, dan tetap proporsional sebagai institusi penjaga negara,” ujar Bonar.
Tupoksi
Direktur Imparsial Al Araf menyatakan, kolaborasi TNI dan Polri dalam mengamankan dinamika situasi keamanan negara bisa dilaksanakan dengan efektif apabila kedua lembaga menghormati tugas dan fungsi masing-masing yang telah diatur dalam undang-undang. Polri berperan utama menjaga keamanan, dalam situasi dan kondisi tertentu TNI bisa terlibat.
”TNI dan Polri harus memahami bahwa keduanya adalah aset negara yang telah memiliki tupoksi sehingga mereka tidak perlu bersaing satu sama lain,” ujar Araf.
Selain itu, Araf menambahkan, sebagai aparat negara, personel TNI-Polri juga harus menjauhkan diri dan tidak terpikat dengan godaan politik praktis. Sebab, hal itu menjadi syarat utama untuk menjamin profesionalitas seluruh aparat.
”Tugas Polri dan TNI untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pemerintah,” katanya.
Tugas Polri dan TNI untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pemerintah.
Dalam sejumlah kesempatan, Tito menjelaskan, dirinya dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto secara aktif bertatap muka secara langsung dengan jajaran di kewilayahan. Upaya itu, lanjut Tito, dilakukan untuk mewujudkan soliditas dan sinergitas TNI-Polri sehingga situasi keamanan yang kondusif bisa terlaksana.
Bonar menekankan, pengawasan internal perlu dilakukan pimpinan Polri agar sinergitas itu bisa berlangsung secara berkesinambungan. Oleh karena itu, ia berharap ada pembinaan dan perhatian dari pimpinan Polri agar instruksi koordinasi itu dapat dijalankan seluruh jajaran hingga level terbawah.