JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara RI menghentikan penyidikan kasus hukum yang melibatkan pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab dan Sukmawati Sukarnoputri, putri Presiden pertama RI Sukarno.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Muhammad Iqbal di Jakarta, Minggu (17/6/2018), mengatakan, kasus dugaan percakapan mesum dan pornografi yang melibatkan Rizieq Shihab dan Virza Husein resmi dihentikan oleh tim penyidik Polri karena hingga kini tidak ditemukan penyebar konten tersebut.
"Setelah dilakukan gelar perkara, maka kasus tersebut dihentikan karena menurut penyidik kasus tersebut belum ditemukan peng-upload-nya. Tetapi, terhadap kasus ini dapat dibuka kembali bila ditemukan bukti baru," ujar Iqbal.
Selain itu, Iqbal juga menyampaikan bahwa Polri juga telah menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan untuk Sukmawati Soekarnoputri atas dugaan penistaan agama. Kasus itu merujuk pada pembacaan puisi oleh Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di ajang Indonesia Fasion Week 2018 di Jakarta Convention Center, 29 Maret 2018 lalu.
"Berdasarkan hasil penyelidikan bahwa perbuatan terlapor, Sukmawati Soekarnoputri, disimpulkan tidak ditemukan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana, sehingga perkara tersebut tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Iqbal.
Secara terpisah, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin menuturkan, segala kelanjutan kasus hukum merupakan kewenangan tim penyidik. Ia pun menegaskan bahwa tim penyidik telah bekerja secara independen, profesional, dan proporsional.
"Saya rasa saya perlu menekankan bahwa semua proses hukum dalam sistem di Indonesia itu adalah, khususnya penyidikan, ada di penyidik bukan domainnya pimpinan Kapolri dan Wakapolri. Apapun yang dilakukan penyidik tentu adalah kewenangan mereka, tidak ada intervensi sedikit pun dari pimpinan Polri," ujar Syafruddin.
Pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, setidaknya memang ada tiga mekanisme diterbitkannya SP3 di dalam sistem hukum acara pidana Indonesia. Tiga mekanisme tersebut adalah peristiwa yang disidik bukan peristiwa pidana, alat bukti tidak cukup atau kurang, dan harus dihentikan demi hukum, seperti wafatnya tersangka, nebis in idem (asas hukum bahwa seseorang tidak boleh di tuntut untuk kedua kalinya dalam kasus yang sama), serta kedaluwarsa penuntutannya.
Apabila, salah satu dari ketiga hal itu terpenuhi maka tim penyidik berhak untuk menghentikan kasus tersebut.
"Hukum jangan sampai ditempatkan sebagai alat kekuasaan untuk mengkriminalisasikan seseorang atau pihak tertentu yang tidak disukai. Hal ini untuk juga menghindari kesan dengan "mudah" proses hukum dihentikan tanpa alasan yang jelas," ujar Abdul.
Diapresiasi
Habiburokhman dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengatakan, tindakan Polri menerbitkan SP3 dalam kasus percakapan Rizieq Shihab patut diapresiasi karena memang sesuai dengan fakta hukum yang ada.
“Sejak awal kami mempertanyakan mengapa pengunggah konten belum diproses tetapi Habib Rizieq dijadikan tersangka. Selain itu kasus ini sudah terlalu lama diproses tanpa ada kemajuan signifikan, sehingga sesuai KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) memang harus dihentikan,” kata Habib.
Ia berharap, Polri juga mengevaluasi kemudian diikuti dengan penerbitan SP3 terhadap kasus-kasus bernuansa politis lainnya seperti kasus tuduhan makar terhadap Ibu Rachmawati Soekarnoputri dan kawan-kawan, tuduhan makar terhadap Ustad Al Khatath, dan tuduhan pidana terhadap Ustad Munarman di Polda Bali.
Menurut dia, evaluasi umum dan penerbitan SP3 ini memang merupakan tindakan murni hukum, tetapi secara politik akan sangat membantu mendinginkan iklim politik yang terus memanas menjelang Pemilu 2019.