Mochamad Iriawan: Yang Keberatan Silakan Tempuh Upaya Hukum
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Terkait polemik penunjukan perwira tinggi Polri menjadi penjabat kepala daerah, Penjabat Gubernur Jawa Barat Komisaris Jenderal Mochammad Iriawan mempersilakan bagi pihak yang keberatan dapat menempuh upaya hukum.
“Silakan saja bagi yang keberatan untuk menempuh upaya hukum di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Namun saya tak mau bicara lebih jauh soal ini (regulasi) karena itu bukan domain saya. Saya hanya melaksanakan tugas, saya harus mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan kepada saya,” kata Iriawan sesuai melakukan monitoring arus balik di Pos Pengamanan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Rabu (20/6/2018).
Iriawan membuktikan komitmennya untuk langsung bekerja, salah satunya dengan melakukan peninjauan di Pos Pengamanan Cileunyi, Rabu kemarin.
“Saya juga harus menjamin pilkada di 16 kabupaten/ kota, dan pemilihan gubernur Jabar berjalan lancar tanggal 27 Juni. Ini harus dipersiapkan secara matang, waktunya tinggal menghitung hari saja. Begitu Operasi Ketupat Lodaya 2018 selesai tanggal 24 Juni, pihak kepolisian akan langsung melakukan pergeseran pasukan untuk konsentrasi pada pengamanan pencoblosan pilkada,” ucap Iriawan.
Iriawan juga berpendapat, bagi pihak yang menilai pelantikan dirinya sebagai Penjabat Gubernur Jabar ada misi tertentu atau kepentingan politik itu terlalu berlebihan.
“Kalau menuduh itu harus mendasarlah. Kampanye saja sudah selesai, uang untuk tahapan pilkada juga sudah dibagikan, apa bisa saya mempengaruhi (pilkada). Saya dilantik juga diperintahkan untuk menjaga netralitas aparatur sipil negera, ini akan saya laksanakan, dan percayalah saya akan netral. Saya tak akan mengorbankan karier dan nama baik saya. Apalagi saya juga sudah disumpah dengan Al Quran,” kata Iriawan.
Ketika ditanyakan bagaimana tanggapannya dengan sikap sejumlah anggota DPR yang mengusulkan hak angket kepada pemerintah terkait polemik ini, Iriawan juga enggan menanggapi hal itu.
“Sekali lagi itu bukan domain saya. Namun pihak kementerian dalam negeri dalam proses pelantikan ini terkait dengan regulasi tentu sudah melakukan pengkajian secara mendalam, juga melalui pertimbangan yang sangat matang,” ujarnya.
Secara terpisah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf berpendapat, pelantikan Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jabar tidak menyalahi aturan.
“Kalau dicermati dalam undang-undang tentang ASN, kepolisian, maupun pilkada, penjabat gubernur dapat diisi oleh pejabat dari non kementerian dalam negeri. Memang dalam hal ini muncul berbagai penafsiran karena pemerintah dianggap tidak konsisten, yang sebelumnya sudah menegaskan penunjukkan penjabat kepala daerah tidak diambil dari pejabat aktif Polri, tapi ternyata ini dilaksanakan,” kata Asep.
Asep juga berpendapat, dimungkinkan dalam pelantikan Iriawan, pemerintah mempertimbangkan aspek keamanan menghadapi pilkada. Iriawan yang mantan kapolda Jabar dinilai memahami betul situasi dan kondisi wilayah Jabar, dan Jabar dinilai sebagai daerah rawan konflik.
“Jabar sebagai provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia mencapai sekitar 45 juta jiwa menjadi barometer nasional. Apabila Jabar bergejolak dinilai dapat berdampak ke DKI, juga berdampak kepada pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Namun pertanyaannya, apakah memang Jabar itu sangat rawan, dan mengapa sosok penjabat yang ditunjuk bukan dari kementerian,” ujar Asep.
“Saya kira pemerintah juga telah mempertimbangkan sangat hati-hati dan matang keputusan ini. Sebab kalau sampai terjadi penyimpangan, reputasi presiden, Polri, juga Iriawan sendiri akan rusak. Dan untuk menjawab hal ini tentunya ada pada diri Iriawan dengan mewujudkan komitmen netralitas ASN, komitmen kinerja, serta besarnya akseptabilitas publik terhadap dirinya,” kata Asep menambahkan.