JAKARTA, KOMPAS – Pasca memenangi Pemilihan Kepala Daerah 2018 di Maluku Utara lewat penghitungan cepat, Ahmad Hidayat Mus yang juga merupakan Bupati Kepulauan Sula diminta bersedia memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (2/7) ini. Selain Hidayat, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Ketua DPRD Kepulauan Sula Zainal Mus.
Keduanya merupakan tersangka dalam perkara dugaan pengadaan fiktif terkait pembebasan lahan Bandara Bobong yang menggunakan APBD Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara pada 2009. Sebelumnya, Hidayat dan adiknya hendak diminta keterangannya pada 25 Juni 2018. Namun karena alasan persiapan jelang Pilkada 2018 yang berlangsung 27 Juni 2018, Hidayat meminta pemeriksaannya ditunda.
“Keduanya mengirimkan surat tidak hadir saat itu. Kemudian, dilakukan penjadwalan ulang pada Senin ini. Kami mengimbau pada keduanya untuk kooperatif dengan memenuhi panggilan. Surat panggilannya pun sudah disampaikan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (1/7).
Kendati demikian, Febri kembali menegaskan yang dilakukan KPK merupakan prosedur hukum yang dijalankan dengan berlandaskan pada KUHAP. “Kebetulan bertepatan dengan peristiwa politik saat itu. Tapi kami tegaskan ada koridor hukum dan politik yang harus dipisahkan. Pemanggilan tersangka ini merupakan proses hukum dan kebutuhan penyidik terkait perkara,” tutur Febri.
Sehari setelah Pilkada 2018, Gubernur Jawa Tengah yang juga memenangkan kontestasi versi hitung cepat yaitu Ganjar Pranowo juga akhirnya memenuhi panggilan KPK. Sebelumnya, Ganjar juga meminta penjadwalan ulang dengan alasan serupa. Yang berbeda Ganjar diperiksa sebagai saksi dalam perkara pengadaan KTP Elektronik.
Sekitar pertengahan Maret 2018, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto sempat meminta agar penegak hukum, termasuk KPK menunda dulu penyelidikan, penyidikan, hingga upaya permintaan keterangan para calon kepala daerah sebagai saksi atau tersangka. Mengingat proses hukum berbeda dengan persoalan politik, KPK tetap memanggil para calon kepala daerah yang dibutuhkan keterangannya.
Secara terpisah, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz yang dilakukan KPK sudah tepat. Meski kemudian muncul permintaan penundaan langsung dari yang bersangkutan melalui surat yang tetap perlu dipertimbangkan mengacu pada KUHAP. Justru pemerintah dinilai gagal memisahkan persoalan hukum dan politik.
“Padahal proses penegakan hukum ini penting dilakukan sesegera mungkin. Dengan demikian, masyarakat bisa terbantu memilih kepala daerah yang tidak punya persoalan,” ujar Donal.