JAKARTA, KOMPAS - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yakin, Mahkamah Agung akan mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukannya. Anas mengklaim, bukti baru yang diajukannya dapat membebaskannya dari segala hukuman.
Salah satu yang diminta Anas kepada majelis PK kepada MA adalah membatalkan pencabutan hak politiknya.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (12/7/2018), Anas menyampaikan berkas kesimpulan permohonan PK-nya. Ia meyakini bukti yang disampaikannya bisa dipertimbangkan sehingga MA dapat membebaskannya dari hukuman pidana.
”Permohonan PK ini kami ajukan karena merasa ada putusan yang tidak adil dan jauh dari rasa keadilan. Novum yang diajukan sangat jelas dan belum pernah disampaikan. Menurut kami, bukti baru ini sangat kuat, valid, solid menjadi dasar mengoreksi putusan hakim sebelumnya,” ujar Anas di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Sumpeno.
Anas meminta majelis PK nantinya membatalkan putusan kasasi MA Nomor 1261 K/Pid.sus/2015. Pada putusan itu, majelis kasasi yang dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar kala itu, memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dari semula 7 tahun. Selain terbukti korupsi, majelis kasasi juga menyatakan Anas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain denda Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 57,5 miliar. Selain itu, hak politik Anas pun dicabut.
Bukti baru yang diajukan Anas berupa audit BPK pada 4 September 2013. Kemudian, testimoni dari Teuku Bagus M Noer pada 21 Desember 2017 yang menerangkan tidak pernah memberikan uang yang digunakan untuk pembelian mobil Toyota Harrier dan untuk penyelenggaraan kongres Partai Demokrat.
Bukti lainnya yang diajukan Anas, antara lain, adalah testimoni Marisi Matondang pada 15 Februari 2018, yang menyebutkan dalam BAP, pemberian Toyota Harrier atas perintah Muhammad Nazaruddin, testimoni Yulianis pada 15 Februari 2018 yang menyatakan dirinya karyawan Nazaruddin dan bukan karyawan Anas sehingga semua yang dilakukan berdasarkan perintah Nazaruddin.
Tiga saksi, yaitu Bagus dan Yulianis—yang sebelumnya pernah dihadirkan di persidangan—serta Marisi, membuat keterangan tertulis yang dilegalisasi notaris.
Menanggapi kesimpulan Anas, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi Ahmad Burhanuddin meminta waktu dua pekan untuk mempersiapkan jawaban.
Sebelumnya, Anas dihukum delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta meskipun jaksa menuntut 15 tahun. Di tingkat banding, hukuman Anas dikurangi menjadi tujuh tahun penjara. Namun, di tingkat kasasi, hukuman Anas justru dilipatgandakan menjadi 14 tahun penjara.