JAKARTA, KOMPAS - Mahkamah Agung belum bisa mengoperasikan 86 pengadilan baru yang timbul sebagai dampak dari pemekaran daerah lantaran jumlah hakim saat ini belum mencukupi. Hingga kini, jumlah hakim pengadilan di seluruh Indonesia 7.702 orang. Jumlah itu belum ideal untuk mengatasi perkara yang masuk ke pengadilan, karena 1.591 hakim baru hasil rekrutmen tahun 2017 belum bisa diterjunkan menangani pekara.
Juru bicara MA Suhadi, Rabu (18/7/2018), di sela-sela kegiatan lokakarya media di Bogor, menuturkan, pengoperasian 86 pengadilan baru di tingkat pertama itu bergantung pada tiga hal utama, yakni keberadaan tanah, bangunan, dan kesiapan hakim. Beberapa gedung pengadilan telah dibangun, tetapi hakim belum ada karena jumlah hakim saat ini masih kurang.
”Idealnya jumlah hakim 11.000 orang, tetapi sekarang MA dan pengadilan di bawahnya baru memiliki 7.000 hakim lebih. Memang ada tambahan 1.591 hakim baru, tetapi mereka saat ini sedang mengikuti tahap pendidikan dan pelatihan. Hakim-hakim baru itu baru bisa diturunkan ke lapangan untuk menangani perkara sekitar tiga tahun lagi setelah mereka magang dan mengikuti bimbingan mentor di pengadilan kelas 2,” katanya.
MA juga beberapa kali menerima laporan dan permintaan izin dari pengadilan di daerah untuk mengadakan persidangan dengan hakim tunggal. Alasannya, tidak ada lagi hakim yang bisa menangani perkara. Idealnya, jumlah hakim di pengadilan minimal satu majelis yang terdiri atas tiga hakim. Namun, karena keterbatasan jumlah hakim, di beberapa daerah hanya ada satu hakim yang bisa menangani perkara. Agar perkara tetap tertangani, MA memberikan izin.
Belum ada kuota
Suhadi mengatakan, pengadilan baru itu akan dioperasikan secara bertahap dengan membagi jumlah hakim yang ada saat ini. Sepanjang belum ada pengadilan, daerah pemekaran harus menumpang bersidang di pengadilan di daerah induk.
Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo mengatakan, pihaknya tahun ini kembali mengajukan permohonan perekrutan hakim kepada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Namun, belum ada informasi kuota yang diberikan pemerintah.
”Kami masih menunggu pengumuman dari Kemenpan dan RB. Usulan kepada pemerintah sudah disampaikan sesuai kebutuhan, yakni sekitar 600 hakim. Namun, apakah nanti disetujui ataukah tidak, itu tergantung pada anggaran pemerintah,” katanya.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah menuturkan, saat ini rata-rata ada 5,5 juta perkara yang masuk ke MA dan pengadilan di bawahnya setiap tahun. Perkara-perkara itu tersebar mulai dari wilayah yang padat penduduk dan menjadi pusat keramaian hingga daerah perbatasan yang terpencil. Khusus untuk daerah-daerah perbatasan dan pedalaman, MA kesulitan menemukan hakim lantaran sebagian dari calon hakim memilih mundur daripada ditempatkan di daerah terpencil.