Pembenahan Lapas Segera Dilakukan
Ditjen Pemasyarakatan akan bekerja sama dengan KPK untuk membenahi lapas menyusul penangkapan Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen.
JAKARTA, KOMPAS - Pembenahan kelembagaan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta jajaran di bawahnya mendesak dilakukan. Ketiadaan pertanggungjawaban yang jelas dari kepala divisi pemasyarakatan dan kepala lembaga pemasyarakatan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan selama ini dinilai sebagai salah satu hal yang menyumbang pada lemahnya mekanisme pengawasan.
Pascapenangkapan Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly memecat dua atasan langsung Wahid Husen pada Senin (23/7/2018). Kedua pejabat itu adalah Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jabar Indro Purwoko, dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Jabar Alfi Zahrin.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto, Rabu (25/7) di Jakarta mengatakan, pemberhentian keduanya dimaksudkan sebagai pembelajaran bahwa atasan harus ikut bertanggung jawab apabila bawahannya melakukan pelanggaran. Posisi Kadivpas Jabar untuk sementara dijabat oleh Kusnali, Kepala Lapas Banceuy, Bandung. Adapun Kakanwil Jabar dijabat sementara oleh Kepala Divisi Administrasi Kakanwil Jabar Dodot Adikoeswanto.
Wakil Direktur Center for Detention Studies (CDS) Gatot Goei mengatakan, pemberhentian terhadap dua pejabat itu dinilai tepat secara normatif, karena keduanya, menurut tata organisasi kelembagaan, memang menjadi atasan dan pengawas Wahid. Akan tetapi, penyelesaian praktik korupsi dan suap di tubuh lapas tidak akan berhenti hanya melalui pemberhentian dua pejabat tinggi itu. Pembenahan secara menyeluruh diperlukan untuk memperbaiki struktur organisasi lapas.
Sebagai salah satu bagian tak terpisahkan dalam sistem peradilan pidana nasional, pengelolaan lapas memang berbeda dengan penegak hukum lainnya, misalnya kepolisian, dan kejaksaan, atau KPK. Lembaga penegak hukum lainnya tersebut merupakan badan independen yang memiliki kekuasaan untuk menentukan tata kelola organisasinya secara mandiri.
”Lembaga penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan memiliki kewenangan mengangkat pegawai dan mengatur keuangannya sendiri. Berbeda dengan lapas atau Ditjen Pemasyarakatan. Kebijakan terkait dengan sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana lapas, misalnya, bergantung pada kementerian, dalam hal ini diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kemenkumham,” katanya.
Beda pertanggungjawaban
Ditjen Pemasyarakatan di sisi lain tetap memiliki struktur sendiri yang sifatnya teknis dalam pertanggungjawaban kinerjanya. Di daerah misalnya, kepala lapas bertanggung jawab kepada dua pejabat sekaligus, yakni kadivpas dan kakanwil setempat. Pertanggungjawaban ganda tersebut membuat mekanisme pengawasan terhadap kinerja kepala lapas pun menjadi tidak jelas.
Dalam urusan teknis, kepala lapas bertanggung jawab kepada kadivpas, yang pada akhirnya berujung pada dirjen pemasyarakatan. Akan tetapi, secara institusional, kepala lapas bertanggung jawab kepada kakanwil, yang ujungnya ialah pada sekjen kementerian selaku perwakilan dari menteri.
Menurut Ade, struktur organisasi yang cenderung melibatkan tanggng jawab ganda itu tak terhindarkan. Alasannya, hal itu telah digariskan di dalam ketentuan organisasi dan tata kelola lembaga yang diatur oleh kementerian.
“Kepala lapas tetap bertanggung jawab kepada dirjen pemasyarakatan, karena dalam urusan teknis seperti pembinaan narapidana, pengamanan lapas, pelatihan napi, dan hal-hal teknis lainnya menyangkut fungsi pemasyarakatan, dia tetap melapor kepada kadivpas. Kadivpas selanjutnya melaporkan hal itu kepada dirjen sebagai atasan tertinggi,” katanya.
Namun, untuk urusan institusional dan organisasi, seperti penyediaan sarana dan prasarana, keuangan, kepegawaian, hingga sumber daya manusia (SDM), kepala lapas bertanggung jawab terhadap kakanwil setempat. “Kepala lapas bertanggung jawab kepada kakanwil karena mereka memang perwakilan kementerian di daerah, dan secara institusional kami semua adalah pegawai Kemenkumham,” tutur Ade.
Gatot mengatakan, dulu pernah ada usulan agar menjadikan lapas atau Ditjen Pas setingkat dengan kepolisian dan kejaksaan, yakni sebagai satu lembaga atau badan independen, sebagaimana lembaga penegak hukum lainnya. Namun, usulan itu belum tuntas dikaji oleh pemerintah.
“Idealnya memang lapas menjadi badan yang independen, sehingga problem dualisme ini tidak terjadi dalam pengelolaan lapas. Namun, sejauhmana alternatif kelembagaan itu dikaji dan dipertimbangkan oleh pemerintah, itu semua tergantung pada kemauan politik mereka,” ujarnya
Kerja sama
Kemarin, Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami datang ke KPK untuk membahas upaya perbaikan pengelolaan sistem pemasyarakatan bersama KPK. KPK pun berencana membentuk tim di Kedeputian Bidang Pencegahan, khusus untuk perbaikan pengelolaan sistem pemasyarakatan.
Dalam pertemuan selama satu jam bersama Deputi Pencegahan KPK tersebut, Sri Puguh menyampaikan program revitalisasi lapas tengah dijalankan. Problem mendasar, lanjut dia, kelebihan kapasitas dan adanya konflik kepentingan antarpetugas dengan narapidana yang masih terjadi sehingga memunculkan sejumlah penyimpangan, baik korupsi maupun terlibat dalam penyelundupan narkoba.
Upaya perbaikan pengelolaan sistem pemasyarakatan sudah pernah dilakukan KPK dengan memberikan rekomendasi berdasarkan hasil Survei Integritas Pelayanan Publik 2008 yang dilanjutkan dengan observasi pada 2010. Sementara Ditjen Pemasyarakatan menyerahkan data program revitalisasi lapas dan rutan.