MAKASSAR, KOMPAS Tentara Nasional Indonesia diingatkan untuk selalu menjaga netralitas dan tidak terlibat politik praktis dalam setiap kontestasi politik. Sebagai ujung tombak penjaga pertahanan dan ketahanan bangsa, TNI harus menjalankan politik negara serta setia kepada rakyat dan pemerintahan yang sah.
Peringatan agar TNI tetap netral dalam politik disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan kepada ribuan Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin di Balai Prajurit Jenderal M Yusuf, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (29/7/2018). ”Saya titip kepada semua, baik sebagai Presiden, sebagai Panglima Tertinggi, meminta netralitas semuanya dalam setiap perhelatan politik, baik pilkada maupun pilpres (pemilu presiden),” ujar Jokowi.
Pengarahan dihadiri sekitar 2.000 Babinsa yang bertugas di wilayah Kodam XIV/Hasanuddin yang mencakup Provinsi Sulsel, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat. Presiden didampingi Kepala Staf Presiden Moeldoko, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf TNI AD Jenderal Mulyono.
Kepala Negara menegaskan, TNI harus menjaga netralitas sesuai amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Politik yang dijalankan anggota TNI, lanjut Presiden Jokowi, adalah politik negara.
”Negara itu siapa? Negara itu rakyat, wilayah NKRI dan pemerintahan yang sah. Artinya, Saudara semua harus setia kepada rakyat, negara, dan pemerintahan yang sah,” tuturnya.
Tidak hanya itu TNI, khususnya Babinsa, juga harus bisa menangkal beredarnya berita bohong (hoaks). Sebab, saat ini, berita bohong dengan cepat tersebar di masyarakat melalui media sosial. ”Isu-isu seperti ini, berita bohong, hoaks, fitnah, saudara-saudara semua (Babinsa) harus bisa meredam,” tutur Presiden.
Kepala Negara menduga penyebaran berita bohong adalah politik kotor untuk memecah belah rakyat. Babinsa harus bisa memberikan pemahaman logis kepada rakyat.
Kebinekaan
Adapun di Jakarta, politisasi isu agama berisiko menimbulkan perpecahan bangsa. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, mengatakan, bahaya laten dari politisasi isu agama adalah meningkatnya intoleransi.
”NKRI berdasarkan Pancasila adalah jawaban masalah bangsa,” kata Sidarto, pembicara kunci diskusi kebangsaan bertajuk ”Agama, Politik, dan Politisasi Agama” yang digelar Dokter Bhinneka Tunggal Ika.