JAKARTA, KOMPAS – Panitia Seleksi hakim Mahkamah Konstitusi telah menyerahkan tiga nama calon hakim konstitusi kepada Presiden Joko Widodo, 1 Agustis 2018. Presiden akan memilih satu dari tiga nama itu sebagai pangganti hakim konstitusi Maria Farid Indrati yang memasuki purna tugas per 13 Agustus 2018.
Tiga nama yang lolos dari seleksi ialah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada yang juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Enny Nurbaningsih, Guru Besar HTN Universitas Islam Indonesia (UII) Ni\'matul Huda, dan dosen senior Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti.
Ketua Pansel hakim MK Harjono, Jumat (3/8/2018) di Jakarta mengatakan, ketiga nama tersebut menempati peringkat tertinggi dari akumulasi nilai pada semua tahapan seleksi. Sebelumnya, dalam proses seleksi akhir calon hakim MK, pansel telah mewawancarai secara terbuka sembilan peserta yang tiga di antaranya kini telah diserahkan kepada Presiden Jokowi.
“Mereka ini adalah calon terbaik yang kami usulkan kepada presiden. Sebetulnya sebelum wawancara pada 30-31 Juli 2018, kami telah melakukan rangkaian penilaian, dan sejak dari awal nilai-nilai mereka disimpan. Setelah interview (30-31 Juli 2018), nilai masing-masing dari mereka dimasukkan, dan ketiga nama itu muncul sebagai nilai yang paling tinggi di antara kandidat hakim yang lain,” kata Harjono.
Munculnya tiga nama yang kebetulan semuanya perempuan, menurut Harjono, bukan suatu kesengajaan. Penilaian terhadap ketiga calon yang diusulkan kepada presiden itu dilakukan secara obyketif. Hasilnya memang menempatkan ketiganya sebagai peraih nilai tertinggi. Bahkan, pada posisi keempat ada kandidat lain yang juga kebetulan perempuan.
“Jadi ini kebetulan nilai tertinggi diperoleh oleh kandidat perempuan. Yang nomor empat juga perempuan, dan baru di urutan berikutnya laki-laki. Tidak ada kesengajaan dalam meloloskan perempuan saja dalam seleksi ini, karena mereka memang mendapatkan nilai atau skor tertinggi,” urai Harjono.
Sedianya nama-nama itu diserahkan langsung kepada Presiden Jokowi pada 1 Agustus lalu, karena nilai telah diperoleh sejak 31 Juli 2018. Namun, karena kesibukan presiden, pansel menyerahkan tiga nama itu kepada presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Selanjutnya, presiden yang akan menentukan satu dari tiga nama itu sebagai pengganti hakim Maria Farida Indrati.
“Terserah presiden akan memilih mana dari ketiga nama itu. Kami menyerahkannya dalam urutan ranking, tetapi itu selanjutnya dikembalikan kepada pertimbangan presiden sendiri untuk menentukan kandidat yang dipilih. Pada prinsipnya, ketiganya adalah calon-calon terbaik,” ujarnya.
Harjono berharap hakim baru yang dipilih presiden bisa menjalankan tugasnya sebagai hakim konstitusi sebagaimana diharapkan. Hakim baru juga diharapkan tetap bisa menjaga integritas dan profesionalitasnya. “Pada 13 Agustus, hakim baru juga langsung bekerja di MK, dan tentunya dia diharapkan bisa langsung bekerja mengikuti ritme di MK,” tuturnya.
Pengajar HTN di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Bivitri Susanti mengatakan, ketiga calon tersebut merupakan yang orang-orang terbaik dari 9 kandidat yang diseleksi oleh pansel. Pemilihan satu dari tiga orang itu sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden. Kendati demikian, presiden dalam pemilihannya perlu kembali mengenal dan memelajari rekam jejak kandidat bersangkutan.
Bivitri juga meyakini siapa pun yang dipilih presiden akan bisa menyesuaikan diri dengan ritme pekerjaan di MK yang kini tengah menangani sengketa selisih hasil pilkada. “Ketiga-tiganya ini adalah akademisi yang sudah teruji, dan mereka akan mampu beradaptasi dengan sangat cepat, karena masing-masing dari mereka telah familiar dengan cara kerja dan prosedur hukum acara di MK,” katanya.
Masuknya orang baru di MK juga dinilai menjadi momentum penting bagi MK. Suasana baru akan tercipta., dan diskusi-diskusi akan hadir dengan pendapat yang tidak biasa. Perspektif baru dalam melihat suatu persoalan pastinya akan hadir dengan masuknya hakim baru. Hal ini diharapkan memberikan perspektif yang lebih kaya, segar, dan pertimbangan yang lebih holistik dari putusan-putusan MK ke depannya.