Semangat Vokasionalisme bagi Generasi Muda Penting Ditanamkan
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Generasi muda saat ini harus ditanami semangat vokasionalisme, bukan semangat profesionalisme. Semangat vokasional penting agar generasi muda lebih mementingkan panggilan jiwa dan hati nurani saat akan melakukan sesuatu.
Gunawan Wiradi, seorang pejuang reforma agraria di Indonesia, merayakan ulang tahun ke-86 di Gedung YTKI Jakarta pada Rabu (5/9/2019). Pada kesempatan tersebut ia mengajak generasi muda untuk menjadi seorang vokasional yang memegang teguh visi dan misinya.
Seorang vokasional melakukan sesuatu semata-mata karena panggilan jiwa, hati nurani, bukan imbalan materi. Hal itu bertolak belakang dengan sifat profesionalisme. ”Arti profesional itu tenaga bayaran. Sepak bola profesional adalah sepak bola bayaran. Tapi itu rasional. Orang serakah itu rasional,” kata Wiradi.
Wiradi mengatakan selalu mengulangi hal tersebut di berbagai kesempatan. Sebab, mengulangi sesuatu berkali-kali justru bisa membuatnya membenci hal tersebut.
”Hal ini saya ulangi terus karena saya menganut ajaran Muhammad Yamin. Kalau ingin mempelajari sesuatu ulangi, ulangi, ulangi. Ulangan adalah ibu pelajaran. Ulangi sampai bosan, sampai benci, akhirnya ingat. Tapi kalau cinta mudah lupa,” ungkapnya.
Wiradi menyusun sebuah pidato yang bertema ”Kristalisasi 86 Tahun Perjalanan Hidup Gunawan Wiradi dalam Perjuangan Reforma Agraria di Indonesia”. Di dalamnya, ia menyampaikan pandangannya terhadap kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini. Hal itu dilihatnya bukan hanya dari segi positifnya, melainkan juga sisi negatifnya.
Menurut dia, kecenderungan intoleransi masih menjadi ancaman di negeri ini. Meski begitu, ia bersyukur bahwa NKRI masih tetap eksis. Ia juga bangga terhadap keberhasilan penyelenggaraan Asian Games 2018.
Dari Asian Games banyak tecermin bahwa generasi muda tetap dapat menjaga semangat persatuan, toleran, dan menjaga harga diri bangsa. Dari segi negatif, ia menyesalkan banyak terjadinya tindak korupsi di Indonesia. Selain itu, ia menganggap hukum di Indonesia saat ini hanya menjadi permainan politik.
Masih bertahan
Erwin yang merupakan perwakilan dari Serikat Petani Cianjur mengatakan, berkat pemikiran-pemikiran Wiradi, saat ini ada lebih dari 4.000 hektar lahan yang masih digarap oleh petani di Cianjur. ”Walaupun ada yang dikriminilisasi, mereka tetap bertahan,” katanya.
Direktur Pusat Studi Agraria Instuitut Pertanian Bogor Satyawan Sunito mengatakan, reforma agraria kini diencerkan sebagai legalisasi kepemilikan tanah dan perhutanan. Perubahan struktur agraria yang menjadi lebih berkeadilan tidak menjadi agenda dalam reforma agraria kini.
”Perguruan tinggi di Indonesia juga saat ini lebih banyak menempatkan diri sebagai teknisi sistem yang sedang berjalan,” ungkapnya.
Menurut Satyawan, Wiradi yang juga terlibat dalam advokasi dan memberikan masukan-masukan dalam rangka pengembangan kebijakan agraria selama ini tegas menanggapi hal tersebut. Ia berpendapat Indonesia kini memang belum cukup memenuhi syarat terhadap terlaksananya program reforma agraria. (FAJAR RAMADHAN)