JAKARTA, KOMPAS – Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian menilai aktivitas politik di media sosial akan lebih masif dibandingkan kegiatan massa di ruang publik pada masa kampanye Pemilu 2019. Oleh karena itu, Polri akan mengantisipasi kehadiran kampanye hitam yang berpotensi menghangatkan situasi sosial politik di masyarakat.
Menurut Tito, Pemilu 2019 akan berbeda dibandingkan pemilu terdahulu. Sebab, pertarungan politik akan lebih terasa di dunia maya, terutama menggunakan fasilitas media sosial. Alhasil, kampanye di ruang terbuka yang memobilisasi massa diprediksi baru akan banyak terjadi di akhir masa kampanye. Adapun masa kampanye Pemilu 2019 berlangsung pada 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Tito berharap seluruh pihak yang berpartisipasi dalam Pemilu 2019 menyampaikan gagasan yang bersifat positif. Artinya, para kontestan dan peserta Pemilu 2019 mengedepankan penyampaian program-program kerja kepada publik.
“Kita mengharapkan kampanye terjadi di ruang intelektual, sehingga hadir kampanye positif yang diutamakan adalah saling bertarung gagasan,” ujar Tito di Jakarta, Senin (10/9/2018).
Lebih lanjut, ia menuturkan, pihaknya masih akan menolerir konten kampanye bernuansa negatif, seperti menyebarkan kelemahan lawan politik. Hal itu dinilai wajar karena publik perlu mengetahui kelemahan dari calon pemimpinnya.
Namun, Tito menegaskan, penyebaran kampanye hitam yang memuat pesan hoaks dan ujaran kebencian akan diproses hukum oleh Polri. “Kampanye hitam, yaitu sesuatu yang tidak dilakukan seseorang tetapi dianggap dilakukan, tidak boleh. Tindakan itu pidana, sehingga kita akan tindak tegas,” katanya.
Terkait atensi utama Polri, Tito menekankan, seluruh satuan kewilayahan kepolisian, menjadikan pertarungan politik dalam pemilu legislatif sebagai prioritas utama pengamanan dibandingkan pemilu presiden. Alasannya, persaingan di daerah pemilihan akan lebih sengit karena melibatkan sejumlah calon anggota legislatif.
Secara terpisah, komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, mengingatkan agar Polri tetap profesional dalam menjaga proses Pemilu 2019. Profesionalitas aparat keamanan, tambahnya, menjadi syarat utama untuk menghindari potensi gesekan antara masa pendukung calon pemimpin yang dapat berujung konflik horizontal.
Selain itu, Poengky menyatakan, Satuan Tugas Nusantara yang telah dibentuk pada Pilkada 2018 untuk meredam kampanye hitam harus ditingkatkan perannya. Langkah itu diperlukan karena maraknya berita hoaks dan ujaran kebencian yang muncul dalam setiap kontestasi politik. Tak hanya itu, Satuan Tugas Siber Polri diharapkan aktif melakukan patroli di internet untuk mencegah penyebaran kampanye hitam.
Kemudian, para kepala satuan kewilayah Polri juga harus menggandeng kepala daerah, tokoh politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan segenap elemen masyarakat untuk menjaga perdamaian dan menjunjung tinggi kebinekaan di seluruh daerah. Atas dasar itu, Poengky sepakat dengan langkah Polri yang akan menindak tegas para produsen dan penyebar hoaks serta ujaran kebencian.
“Perbedaan pilihan politik bukan alasan untuk menyakiti. Indonesia harus bersatu dalam keberagaman,” tuturnya.