JAKARTA, KOMPAS – Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI telah menangkap pembawa bendera kelompok terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia, di apel Hari Santri Nasional, 22 Oktober lalu, di Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pembawa bendera itu berinisial US tengah diperiksa sebagai saksi oleh Kepolisian Resor Garut karena diduga memicu provokasi yang menyebabkan pembakaran bendera itu.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto menuturkan, penangkapan terhadap US dilakukan setelah tim penyidik kepolisian mendapatkan informasi dari anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang melakukan pembakaran bendera. Seperti diketahui, tiga anggota Banser sempat diperiksa kepolisian untuk melakukan pemeriksaan sejak Senin hingga Rabu kemarin.
“Sekitar pukul 13.00, Kamis, tim Kepolisian Daerah Jawa Barat sudah menemukan US. Penyidik memeriksa dia sebagai saksi terkait insiden upacara Hari Santri di Garut,” ujar Arief, Kamis (25/10/2018), di Jakarta.
Pengumpulan keterangan itu, lanjutnya, diperlukan untuk mengetahui motif US membawa bendera berlafaz tauhid yang identik dengan milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Padahal, panitia acara tersebut telah melarang seluruh peserta apel membawa atribut bersimbol apapun, kecuali bendera merah-putih.
Terkait permintaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Gerakan Pemuda Ansor agar kepolisian juga mengusut keberadaan bendera HTI pada apel Hari Santri Nasional di delapan daerah lain, Arief menekankan, pihaknya masih fokus untuk menuntaskan penyidikan peristiwa di Garut.
“Kami fokus di Garut karena di tempat lain tidak terjadi masalah,” katanya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menambahkan, hasil penyidikan tim Polda Jawa Barat menunjukkan bahwa tindakan pembakaran bendera itu dilakukan secara spontan. Alhasil, penyidik tidak menemukan pelanggaran pidana kepada ketiga anggota Banser yang melakukan pembakaran bendera.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, polemik yang hadir karena pembakaran bendera HTI itu akan menjadi pembelajaran bagi NU untuk tidak mengulangi peristiwa serupa di masa mendatang. Kegaduhan dan kontroversi akibat peristiwa itu, tambah Said, menunjukkan belum ada kedewasaan dari sejumlah elemen bangsa dalam bernegara.
“Mari kita bergandengan tangan, bersatu untuk kebaikan. Jangan bergandengan tangan dan berkelompok untuk hal-hal negatif, untuk kehancuran negara ini,” urai Said. (SAN)