SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah mulai kemarin membebaskan atau menghapuskan tarif tol jembatan yang menghubungkan kota Surabaya dan Madura, Jawa Timur, dan mengubah Jembatan Suramadu yang semula berbayar menjadi jalan atau jembatan biasa. Pembebasan tarif Jembatan Suramadu ini diputuskan karena negara tidak berhitung untung atau rugi dari pengelolaan infrastruktur Jembatan Suramadu bagi kepentingan rakyat.
Saat mengumumkan penghapusan tarif Jembatan Suramadu, Sabtu (27/10/2018), di atas Jembatan Suramadu, Jawa Timur, selain pertimbangan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Jawa Timur, Presiden Joko Widodo juga mempertimbangkan peluang investasi dan pertumbuhan ekonomi yang dapat lebih terbuka lebar untuk meningkatkan kesejahteraan warga di kawasan Madura dan Surabaya.
”Kami harapkan, dengan menjadi jembatan non-tol biasa, pertumbuhan ekonomi di sekitar Madura akan semakin baik. Investasi yang datang semakin banyak, seperti properti, turisme, perkebunan, dan distribusi barang. Pembebasan tarif jalan juga akan semakin mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di kabupaten-kabupaten di Surabaya. Wujud pertumbuhan ekonomi kami harapkan juga benar-benar terlihat. Keputusan ini adalah bentuk dari rasa keadilan bagi seluruh rakyat,” ujar Presiden Jokowi.
Saat ditanya seusai acara, apakah pemerintah tidak rugi dengan penghapusan tarif Jembatan Suramadu di tengah krisis seperti sekarang ini, Presiden menjawab, tidak ada. ”Negara tidak hitung untung rugi. Negara itu berhitung berkaitan dengan keadilan sosial, yang berkaitan dengan kesejahteraan. Jangan kamu bawa hitung-hitunganya selalu ke untung atau rugi. Keuntungan harus ada di masyarakat,” ujarnya.
Tarif kendaraan yang melintasi Jembatan Suramadu sejak 2016 sudah dipotong 50 persen dari tarif sebelumnya. Hingga sebelum dicabut kemarin, golongan 1 ditetapkan Rp 15.000, golongan II Rp 22.500, golongan III Rp 30.000, golongan IV Rp 37.500, dan golongan V Rp 45.000. Pemerintah pada 2015 juga sudah menggratiskan tarif Jembatan Suramadu bagi kendaraan roda dua.
Sejak Jembatan Suramadu diresmikan pada 2009 dan dikenai tarif bagi kendaraan yang melintasinya, tambah Presiden, negara mendapatkan pemasukan. Namun, diakui, tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi yang diharapkan tumbuh dan berkembang di kawasan Madura dan sekitarnya. ”Dari kalkulasi pemerintah, yang kami lihat (penerimaan dari tarif Jembatan Suramadu) belum memberikan dampak ekonomi dan investasi yang kuat di Madura. Kita lihat masih ada ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran. Angka-angkanya jika dibandingkan dengan daerah Jawa Timur lainnya, misalnya Surabaya, Gresik, dan Sidoardjo, itu relatif jauh, yaitu 4 sampai 6,7 persen. Di Madura angka kemiskinan masih berada pada angka 16-23 persen,” ucapnya.
APBN masih bisa menanggung
Menurut Presiden Jokowi, ditambah dengan sejumlah usulan yang berkali-kali dari bupati, tokoh-tokoh, ulama, dan masyarakat Madura serta penghitungan yang dilakukan, pemerintah akhirnya memutuskan menggratiskan Jembatan Suramadu. ”Walaupun ada pemasukan sebelumnya sekitar Rp 120 miliar jika dikenai tarif bagi kendaraan, APBN kita masih sanggup menanggung biaya pemeliharaannya,” kata Presiden Jokowi.
Jalan tol sepanjang 5,4 kilometer yang dibangun sejak 2003 dan selesai 2008 serta diresmikan pada Juni 2009 sebelumnya dibangun dengan dana pinjaman Pemerintah China dan APBN. Seusai acara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, Jembatan Suramadu dibangun dengan biaya Rp 5,4 triliun, yang terdiri dari pinjaman Pemerintah China Rp 2, 5 triliun dan sisanya berasal dari APBN 2003-2008. Namun, Basuki tidak mengetahui berapa pinjaman yang sudah dikembalikan ke Tiongkok. ”Coba tanya Kementerian Keuangan karena ditangani di sana,” katanya.
Terkait penerimaan dari pengenaan tarif tol selama ini, Basuki menyatakan, ada pemasukan sekitar Rp 110 miliar hingga Rp 120 miliar. ”Dari penerimaan itu, 7-10 persen kami gunakan untuk pemeliharaan jembatan. Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dana pemeliharaan jembatan ada tersendiri untuk Jembatan Barito di Kalimantan atau Jembatan Ampera di Palembang dan lainnya,” kata Basuki.