Taufik Diduga Terima Imbalan dari Elite Politik di Daerah
Oleh
Riana Ibrahim dan Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan, sebagai tersangka kasus korupsi. Dengan demikian, sudah ada dua pimpinan DPR periode 2014-2019 yang diproses hukum oleh KPK. Sebelumnya adalah Setya Novanto.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Selasa (30/10/2018) di gedung KPK, Jakarta mengatakan, Taufik diduga menerima uang sekitar Rp 3,65 miliar sebagai imbalan mengurus Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik di APBN Perubahan 2016 untuk APBD Perubahan Kabupaten Kebumen 2016. “Diduga fee untuk pengurusan anggaran DAK 5 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen sebesar Rp 93,37 miliar, yang rencananya untuk membangun jalan dan jembatan di Kebumen,” jelas Basaria.
Kebumen merupakan bagian dari daerah pemilihan (dapil) Taufik di Pemilu 2014. Di Pemilu 2019, Taufik akan kembali berkontestasi di Kebumen, Purbalingga dan Banjarnegara yang masuk Dapil Jateng X.
Evaluasi
Terkait kasus ini, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menuturkan, rapat internal partainya akan segera mengevaluasi posisi Taufik sebagai pimpinan DPR. Namun, keputusan terhadap posisi Taufik sebagai anggota DPR dan kader PAN, akan diputuskan setelah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menuturkan, selama tiga bulan terakhir, Taufik jarang berkantor di gedung DPR. "Kami juga ada grup (Whatsapp) pimpinan DPR, tapi beliau jarang sekali ikut komentar. Mungkin karena memenuhi proses hukum, memang jarang tampak di kantor belakangan ini," ujarnya.
Pada sore hari 15 Oktober 2018, Taufik sempat terlihat di gedung DPR. Saat itu, ia tampak sedikit buru-buru hendak meninggalkan gedung DPR. Saat ditanya tentang dirinya yang jarang terlihat di Kompleks Parlemen, Taufik mengatakan, sedang mempersiapkan Pemilu 2019. "Saya di dapil, sudah dekat pemilu," ujarnya saat itu.
Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan DPR Djaka Winarko menuturkan, pekan lalu, Taufik sempat berkantor di gedung DPR. "Namun, tidak ada yang tahu detail kegiatannya," katanya.
Dicegah
Proses hukum terhadap Taufik, mulai tercium saat Sabtu pekan lalu, muncul kabar dirinya dicegah pergi ke luar negeri.
Selanjutnya, pada Senin, Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais datang ke gedung KPK. Meski tak bisa menemui Ketua KPK Agus Rahardjo.
Amien meminta KPK tak tebang pilih dalam penanganan perkara. Terkait hal itu, juru bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK tidak tebang pilih saat melakukan proses hukum.
Menurut Basaria, status Taufik ditingkatkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penyidikan tanggal 18 Oktober 2018.
Basaria menjelaskan, kasus Taufik ini bermula dari pendekatan yang dilakukan Bupati Kebumen M. Yahya Fuad usai dirinya dilantik pada 2016, kepada sejumlah pihak. Salah satunya adalah Taufik yang merupakan Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan yang mebawahi lingkup tugas Komisis XI dan Badan Anggaran.
Terkait fee untuk Taufik, menurut Basaria, penyerahannya dilakukan secara bertahap di sejumlah hotel di Semarang dan Yogyakarta. Caranya, dengan menyewa kamar hotel yang memiliki pintu penghubung. “Tapi rencana penyerahan ke-3 gagal dilakukan karena pihak terkait saat itu terjaring operasi KPK,” kata Basaria.
Operasi KPK itu berlangsung 15 Oktober 2016. Dua orang lalu dibawa KPK dan diproses hukum, yaitu Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Yudhy Tri Hartanto dan pegawai negeri sipil pada Dinas Pariwisata Kebumen Sigit Widodo.
Dalam perkembangan pengusutan kasus ini, KPK kemudian menetapkan Yahya sebagai tersangka pada awal 2018. Perusahan milik Yahya yaitu PT Tradha juga dijerat tindak pidana pencucian uang sebagai korporasi pada Mei 2018 karena diduga memperoleh alokasi anggaran DAK untuk sejumlah proyek infrastruktur di Kebumen.
Selain Taufik, KPK juga menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Kebumen Cipto Waluyo sebagai tersangka.