JAKARTA, KOMPAS – Penanaman nilai-nilai keberagaman dan kebinekaan menjadi salah satu fokus program organisasi Wanita Katolik Republik Indonesia periode 2008-2013. Pendekatan program yang melibatkan banyak orang dalam komunitas yang majemuk, serta pembuatan modul-modul pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Pancasila merupakan sarana untuk turut merawat kebinekaan tersebut.
Ketua Presidium Wanita Katolik RI (WKRI) terpilih Justina Rostiawati, Kamis (1/11/20180 di Jakarta mengatakan, upaya memelihara nilai-nilai keberagaman dan kebinekaan itu telah dirintis organisasinya sejak tahun 2016. Maraknya isu intoleransi dan radikalisme membuat WKRI menggagas program-program yang melibatkan anggota masyarakat dengan latar belakang yang beragam.
“Salah satu program yang sudah berjalan itu adalah “kampung bineka.” Kegiatan itu melibatkan masyarakat di tingkat RT dan RW. Jadi, warga dilibatkan mengelola tanah kosong di lingkungannya untuk ditanami aneka tanaman, khususnya tanaman herbal, dan dijadikan apotek hidup. Dalam praktiknya, pemeliharaan tanaman itu melibatkan masyarakat di tanpa membedakan latar belakangnya. Kerja sama itu selain menumbuhkan semangat kebinekaan juga bertujuan untuk memperbaiki lingkungan hidup,” ujar Justina.
Program-program lain yang melibatkan pertemuan anggota masyarakat yang berbeda latar belakang akan terus ditingkatkan dalam kepengurusan WKRI. Dalam kepengurusan 2018-2023, Justina terpilih sebagai ketua presidum, serta dua pengurus lainnya menjadi anggota presidium, yakni Lusia Willar, dan Katarina Catri Erliana.
Selain program nyata di masyarakat, WKRI juga tengah mengembangkan modul-modul pendidikan untuk anak usia dini dan keluarga yang berisikan nilai-nilai toleransi dan Pancasila. “Modul itu menjadi salah satu program yang kami kembangkan ke depan, karena nilai-nilai toleransi perlu ditanamkan sejak usia dini,” ungkapnya.
Nilai-nilai lain, seperti pemberantasan korupsi, dan kesadaran pemilih untuk kelompok perempuan, juga akan dimasukkan ke dalam modul-modul pendidikan. Korupsi utamanya menjadi perhatian WKRI, karena praktek korupsi kini semakin kasat mata. Pendidikan antikorupsi sejak usia dini diperlukan untuk menanamkan nilai-nilai dasar soal kejujuran dan disiplin diri kepada anak-anak.
Secara khusus untuk menghadapi Pemilu 2019, WKRI bekerja sama dengan ormas-ormas lain untuk membuat modul kesadaran pemilih pemula. “Jadi kami menyasar generasi muda untuk mulai menyadari pentingnya menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab. Kami juga berharap pemilih, khususnya perempuan untuk tidak mem-forward begitu saja berita yang diterimanya. Itu harus dihindari,” ujarnya.
Dari sisi internal, WKRI fokus pada kaderisasi untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan andal. WKRI menyiapkan kader-kadernya untuk masuk ke dalam ranah penyelenggara negara. Untuk keperluan itu, WKRI melakukan kerja sama dan pelatihan dengan sejumlah institusi, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu penasihat rohani WKRI Romo Sugihartanto mengatakan, keberhasilan kepengurusan WKRI tidak hanya ditanggung oleh presidium terpilih, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh anggota WKRI.