JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum berencana mengumumkan sebanyak 40 nama calon anggota legislatif yang pernah menjadi narapidana korupsi kepada publik. Pengumuman ini dilakukan dengan pertimbangan agar masyarakat mengetahui rekam jejak sosok yang akan mewakilinya, baik di pusat maupun daerah.
Rencana untuk mempublikasikan nama-nama tersebut muncul dari hasil diskusi antara KPU dan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diwakili Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Gedung KPK Jakarta, Rabu (7/11/2018). Langkah ini dilakukan mengingat larangan bekas napi korupsi menjadi caleg di Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 telah dibatalkan Mahkamah Agung pada September lalu.
“Ada saran kepada KPU untuk mengumumkan kepada publik 40 orang mantan narapidana korupsi yang sekarang menjadi calon anggota DPR, DPRD, dan DPD. Selanjutnya, kami akan segera membahas dalam rapat pleno KPU dan kemungkinan kami akan mengumumkan 40 orang calon anggota legislatif yang pernah dijatuhi sanksi pidana karena kasus korupsi tersebut,” kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai bertemu pimpinan KPK.
Mengacu pada data KPK, anggota parlemen yang pernah diproses hukum berjumlah 69 anggota DPR dan 149 anggota DPRD. Namun, tak semua bekas anggota parlemen tersebut kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2019. Dari 40 nama yang hendak diumumkan KPU, tidak semua kasus pidananya ditangani KPK. Ada pula perkara yang ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian.
Wahyu mengatakan, pihaknya tidak khawatir jika pengumuman caleg eks napi korupsi itu bakal menimbulkan polemik. Pasalnya, hal itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
"KPU berpandangan bahwa hak politik pemilih harus dilindungi. Melindungi hak politik pemilih itu tidak hanya mencatat pemilih dalam daftar pemilih. Tetapi juga KPU wajib memberikan informasi yang memadai terkait dengan tahapan pemilu khususnya dengan calon yang akan dipilih, baik itu calon presiden, calon wakil presiden, hingga caleg di tingkat DPR, DPRD, dan DPD. Jadi, itu bagian dari pelayanan KPU untuk menjaga hak politik pemilih dalam pemilu 2019,” tutur Wahyu.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, pengumuman nama-nama caleg eks napi perlu dilakukan untuk menjamin kualitas demokrasi. Selain itu, diharapkan hasil pemilu legislatif nantinya tidak menambah deretan para pelaku korupsi. Untuk itu, KPK mendukung gerakan anti politik uang yang juga disampaikan KPU.
“Jadi seharusnya tidak ada lagi adagium-adagium yang menyatakan terima uang tapi jangan pilih calonnya. Justru saatnya masyarakat menolak uangnya dan tidak memilih calon yang mempengaruhi lewat uang atau berupaya membeli suara masyarakat. Sebab, praktik politik uang berisiko melahirkan pelaku korupsi yang baru, nanti setelah mereka menjabat,” ujar Febri.