JAKARTA, KOMPAS – Melalui aktivitas patroli siber, Kepolisian Negara RI berkomitmen untuk membantu perlindungan seluruh situs miliki kementerian/lembaga negara dari ancaman para peretas. Selain berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara, Polri juga berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meningkatkan keamanan dunia maya.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menuturkan, Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal Polri memiliki peran untuk meningkatkan pengawasan untuk mengantisipasi berbagai bentuk kejahatan siber, termasuk para peretas. Penegakan hukum kepada kelompok peretas bernama “Blackhat”, tambahnya, adalah langkah nyata untuk melindungi situs milik pemerintah.
“Direktorat Siber Bareskrim berkerja sama untuk memagari situs-situs pemerintah, terutama yang terkait Pemilu 2019. Kita akan berhati-hati untuk menjaga keamanan situs pemerintah dari ancaman kejahatan di dunia maya,” ujar Setyo, Selasa (13/11/2018), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Kepala Subdirektorat II Direktorat Siber Bareksrim Komisaris Besar Rickynaldo Chairul menuturkan, pihaknya masih melakukan pendalaman untuk mengetahui jumlah anggota kelompok “Blackhat”. Seperti diketahui, penyidik menangkap empat anggota “Blackhat” yang berasal dari daerah berbeda karena melakukan peretasan melalui teknis defacing atau pengubahan tampilan situs Pengadilan Negeri Unaaha, Sulawesi Tenggara, September 2018.
“Kita masih lakukan penyelidikan untuk mengetahui berapa jumlah kelompok itu. Selama ini, kelompok itu merekrut sejumlah peretas untuk membentuk pasukan siber dan melakukan peretasan,” katanya.
Para pemuda yang direkrut, lanjutnya, telah memiliki kemampuan peretasan yang didapatkan dengan belajar mandiri di internet. Mereka diajak bergabung di grup WhatsApp dan Facebook.
Adapun, teknik defacing dilakukan dengan menggunakan aplikasi yang dapat mengubah tampilan situs yang menjadi korban. Hasilnya, situs itu tidak bisa diakses seperti biasanya.
Rickynaldo memastikan, motif utama kelompok itu meretas situs pemerintah ialah untuk memamerkan kemampuan peretasan kepada komunitas peretas lainnya. Namun, tambahnya, motif utama, misalnya terkait kepentingan ekonomi, baru akan diketahui ketika pimpinan kelompok itu diketahui.
Secara terpisah, pakar media digital, Nukman Luthfie berharap pemerintah untuk lebih jeli dan bijaksana mengatasi kelompok peretas yang didominasi anak muda. Menurut dia, pendekatan pembinaan akan lebih efektif diberikan kepada para pemuda yang terlibat kelompok peretas itu. Sebab, motif mereka bukan untuk ekonomi, melainkan sekedar menunjukkan eksistensi.