JAKARTA, KOMPAS - Bupati Pakpak Bharat nonaktif Remigo Yolando Berutu yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir pekan lalu ternyata termasuk salah satu kepala daerah yang rajin melaporkan penerimaan gratifikasi. Berdasarkan data KPK, pada periode 2015-2018, Remigo tercatat 15 kali melaporkan penerimaan gratifikasi dengan nilai total sebesar Rp 266 juta.
Namun, KPK juga mencatat adanya lonjakan kenaikan harta yang signifikan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pada akhir 2007, saat Remigo naik menjadi Wakil Bupati Pakpak Bharat, harta yang dilaporkan di dalam LHKPN sebesar Rp 2,2 miliar. Jumlah kekayaannya naik tujuh kali lipat pada 2010 atau tiga tahun kemudian, menjadi Rp 15,9 miliar. LHKPN ini dilaporkan saat yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai Bupati Pakpak Bharat.
Pada 2015, Remigo kembali mencalonkan diri lagi sebagai bupati untuk kedua kalinya. Dari pelaporan kekayaan yang diserahkan sebagai syarat menjadi calon kepala daerah, hartanya kembali terpantau naik drastis mencapai Rp 52,1 miliar.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi Minggu (20/11/2018) di Jakarta mengatakan, pelaporan gratifikasi dapat menjadi benteng agar tidak terjerumus dalam tindak pidana korupsi yang lebih besar. Akan tetapi, tidak sedikit yang memanfaatkan hal ini hanya sebagai pencitraan semata. Artinya, hanya sebagian penerimaan yang dilaporkan tetapi kemungkinan ada penerimaan lain yang dilaporkan KPK.
KPK menangkap Remigo dalam kasus dugaan suap senilai Rp 550 juta. Remigo pun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tak wajar
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, kenaikan laporan kekayaan Remigo tidak wajar. Apalagi, total penerimaan gaji seorang bupati setiap bulan hanya sekitar Rp 40 juta.
“Kenaikan kekayaan Remigo itu fantastis sekali,” tuturnya.
Oleh karena itu, tambah Robert, KPK perlu mengembangkan penyidikan kasus yang menjerat Remigo. Ini penting mengingat Pakpak Bharat tergolong salah satu daerah termiskin di Sumut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pakpak Bharat tidak sampai Rp 1 triliun per tahunnya.