Pentingnya Partai Politik untuk Konsolidasi Demokrasi
Oleh
Suhartono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Konsolidasi demokrasi sekarang ini dinilai cukup berjalan dengan baik melalui peranan penting partai-partai politik. Oleh karena itu, perlu didorong upaya-upaya perlawanan terhadap hal-hal yang dianggap dapat meracuni atau merusak demokrasi dan peran partai politik itu sendiri.
Seusai menjadi pembicara di Lokakarya Fraksi PDI-P di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota seluruh Indonesia, di Jakarta, Jumat (23/11/2018), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, racun demokrasi yang dimaksud adalah politik uang, kampanye dengan ujaran kebencian, fitnah, serta isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
”Memasuki pilpres (pemilihan presiden) dan pileg (pemilihan anggota legislatif), mari kita lawan yang namanya racun demokrasi. Satu adalah politik uang. Kedua, kampanye yang berisi ujaran kebencian, fitnah, dan SARA,” ujar Tjahjo.
Menurut Tjahjo, untuk memperkuat konsolidasi demokrasi, parpol juga diminta untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019. ”Mari kita ajak semua calon presiden dan calon wakil presiden serta tim sukses untuk selalu berkampanye dengan mengedepankan program, konsep, dan gagasan,” kata Tjahjo.
Secara terpisah, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, walaupun konsolidasi demokrasi sudah mengalami banyak perbaikan dari sisi prosedural, perbaikan dari sisi substansial masih diperlukan. ”Kualitas representasi pejabat masih belum baik. Korupsi dan perencanaan pembangunan daerah yang belum banyak berpihak pada pelayanan publik juga masih dijumpai. Padahal, pejabat adalah produk dari proses pemilu demokratis,” kata Titi.
Salah satu tantangan mewujudkan konsolidasi demokrasi dewasa ini adalah masih adanya disfungsi parpol. Selama ini, masyarakat masih menilai partai politik belum menjalankan peran dan fungsinya secara baik, seperti kaderisasi, pendidikan politik, dan perekrutan politik yang demokratis. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap proses demokrasi terdistorsi oleh kinerja institusi demokrasi, salah satunya parpol.
Untuk itu, menurut Titi, penting untuk menekankan pemenuhan peran dan fungsi parpol. ”Praktik pemilu tak bisa berdiri sendiri hanya sebagai sebuah prosedur pemilu, tetapi juga terkait penegakan hukum dan penegakan hak,” kata Titi. (SEKAR GANDHAWANGI)