JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo memerintahkan TNI dan Polri untuk mengejar pelaku penembakan warga sipil di Nduga, Papua. Pemerintah menegaskan tak akan mengalah kepada gangguan keamanan dalam membangun tanah Papua maupun tanah air secara umum.
Presiden Joko Widodo, Rabu (5/12/2018) di Istana Merdeka, Jakarta menyampaikan telah memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengejar dan menangkap seluruh pelaku tindakan biadab di Nduga, Papua. “Tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata seperti ini di tanah Papua maupun seluruh pelosok tanah air. Kita tidak akan pernah takut,” tegas Presiden yang didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Dalam konferensi pers, kemarin, Presiden juga menyampaikan ucapan duka cita atas meninggalnya para pekerja pembangunan jalan Trans Papua di Nduga, Papua. Para pekerja pembangunan jalan Transpapua di Kali Yigi dan Kali Aurak Kabupaten Nduga, Papua diserang Kelompok Kriminal Bersenjata, Minggu (3/12/2018). Dari kejadian ini, baru empat orang bisa dievakuasi dalam kondisi luka-luka dan dua warga masih belum diketahui nasibnya. Adapun 19 pekerja di bawah PT Istaka Karya meninggal.
Penyerangan kembali terjadi di Pos Pengamanan TNI di Distrik Mbua, sehari setelahnya (4/12/2018) yang menyebabkan seorang tentara meninggal dan seorang tentara lainnya luka-luka.
“Saya atas nama rakyat, bangsa dan negara manyampaikan rasa duka cita mendalam kepada seluruh keluarga yang ditinggalkan. Dan mari kita bersama-sama mendoakan agar para pahlawan pembangunan Transpapua ini diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa,” tutur Presiden.
Sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut aksi tersebut adalah aksi teroris yang tidak beradab dan mengutuk keras peristiwa tersebut. “Ini bukan aksi kriminal biasa tapi OPM. Karenanya saya mengimbau jangan ada standar ganda yang diterapkan pada perilaku seperti ini. Sangat tidak imbang kalau peristiwa kecil yang dilakukan aparat keamanan dibesar-besarkan tapi kejadian dengan banyak korban ini malah dianggap kecil,” tuturnya kepada wartawan di Kantor KSP, Jakarta, Rabu (5/12/2018) pagi.
Selain itu, Presiden kembali menyatakan tekad untuk membangun tanah Papua semakin membara. Pembangunan jalur Wamena-Mumugu juga tetap dikerjakan kendati ada insiden ini.
Panjang jalur Transpapua secara keseluruhan 4.600 km yang terdiri atas jalan Transpapua 3.353 km dan jalan perbatasan 1.098 km. Sepanjang 2015-2019, akan terbangun 945 km jalan baru Transpapua dan 107 km jalan perbatasan. Total jalan baru yang rampung dibangun pada 2019 sepanjang 1.052 km.
Adapun insiden terjadi di segmen 5 mulai Wagete-Habema-Kenyam-Mumugu sepanjang 278 km. Di jalur ini, kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, terdapat 35 jembatan yang harus dibangun. Ke-35 jembatan ini dikerjakan oleh PT Istaka Karya dan PT Brantas.
Kenyataannya, tambah Presiden, pembangunan di Papua memang sangat sulit medannya. Secara geografis, posisinya sulit sehingga semua alat berat maupun material harus diangkut khusus dengan helikopter. Kesulitan ini ditambah dengan gangguan keamanan di titik-titik tertentu. Namun, pembangunan infrastruktur di Papua tetap akan diselesaikan.
“Tetap harus diselesaikan. Artinya PU jalan terus untuk membangun tanah Papua dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tambah Presiden.
Tito menambahkan, saat ini sudah dikirimkan tim gabungan Polri dan TNI yang dipimpin langsung Kepala Polda Papua dan Panglima Kodam XVII/Cenderawasih. Kekuatan aparat keamanan, menurut Tito, jauh lebih banyak ketimbang kelompok kriminal bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya. Kelompok ini terdiri atas 30-50 orang dengan sekitar 20 pucuk senjata yang berasal dari rampasan anggota TNI/Polri yang lengah, sisa konflik Ambon, atau dari jalur ilegal melalui perbatasan Papua Nugini. Medan di wilayah pegunungan tengah Papua diakui berat sehingga memudahkan kelompok ini melarikan diri.
Sejauh ini, Tito menyebutkan setiap 1 Desember kelompok ini menunjukkan eksistensinya baik dengan pengibaran bendera sampai penyerangan. Aparat biasanya menjadi target utama. Bila dirasa sulit menyerang aparat, dicari sasaran yang lebih lemah.
Namun, kata Tito, aksi kekerasan bersenjata oleh kelompok-kelompok ini terutama berakar pada masalah pembangunan dan masalah kesejahteraan. Dulu, kelompok-kelompok bersenjata itu banyak di wilayah Manokwari Papua Barat. Setelah pembangunan berjalan baik, tak ada lagi kekerasan di wilayah ini. Namun, di wilayah dengan pembangunan agak terlambat seperti daerah pegunungan tengah mulai Puncak Jaya, Lani Jaya, Ndyga, Yahukimo, sampai Intan Jaya, Dogiyai, dan Mimika masih terjadi kekerasan bersenjata.
Ke depan, selain pengamanan pembangunan infrastruktur, tambah Tito, perlu dibangun dialog dengan masyarakat sekitar. Dengan demikian, apa yang dikerjakan Kementerian PU maupun perusahaan lainnya bisa dipahami warga.
Adapun insiden pertama terjadi Minggu (3/12/2018) ketika para pekerja pembangunan jalan Transpapua di Kali Yigi dan Kali Aurak Kabupaten Nduga, Papua diserang Kelompok Kriminal Bersenjata. Sebanyak 19 orang pekerja PT Istaka Karya meninggal sedangkan empat orang bisa dievakuasi dalam kondisi luka-luka. Adapun dua warga masih belum diketahui nasibnya.
Penyerangan kemudian terjadi di Pos Pengamanan TNI di Distrik Mbua, Senin (4/12/2018) yang menyebabkan seorang tentara meninggal dan seorang tentara lainnya luka-luka. (INA)