JAKARTA, KOMPAS — Selama sekitar tiga bulan proses kampanye Pemilihan Presiden 2019 berjalan, belum ada pasangan calon yang berfokus pada program pemberdayaan perempuan. Padahal, suara dari kalangan perempuan sangat signifikan dalam pemilihan.
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International Studies, Arya Fernandes, mengatakan, sejauh ini belum ada kandidat yang fokus terhadap program berbasis perempuan. Padahal, itu penting untuk merebut hati para perempuan pemilih.
”Jika berkaca pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu, tingkat partisipasi perempuan amat tinggi,” kata Arya, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (22/12/2018) sore.
Arya menambahkan, idealnya kedua pasangan calon memberikan perhatian yang berbeda kepada perempuan pemilih. Munculnya simpul-simpul relawan perempuan pada dua kubu juga dinilainya masih sebatas jargon politik saja.
”Harusnya berbasis program, bukan hanya jargon. Bisa dengan mengalokasikan anggaran ekonomi berbasis perempuan atau mengalokasikan jumlah kursi tertentu untuk menteri,” ujarnya.
Menurut Arya, perempuan adalah tipikal pemilih yang loyal dan solid. Potensi perubahan pilihan dari kalangan perempuan tetap ada, tetapi peluangnya lebih kecil dibandingkan laki-laki. Selain itu, jika perempuan sudah bersimpati kepada salah satu kandidat, kecenderungannya akan mudah menyebarkan kesan positif kepada kalangan lebih luas.
”Kemenangan dari Presiden Jokowi atau SBY sebelumnya menunjukkan pentingnya perempuan dalam mendulang suara,” ujarnya.
Sejauh ini, proporsi pemilih perempuan pada pasangan Jokowi-Ma’ruf cenderung lebih besar jika dibandingkan pada kubu Prabowo-Sandi. Gambarannya, jika ada 100 orang memilih Jokowi-Ma’ruf, sekitar 60 persennya perempuan. Sebaliknya, dari kubu Prabowo-Sandi, sekitar 60 persennya adalah laki-laki.
”Dari beberapa lembaga survei juga saat ini masih menunjukkan data yang sama,” kata Arya.
Sudah dijalankan
Wakil Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN-KIK) Latifa Al Anshori mengatakan, program pemberdayaan perempuan sebenarnya sudah dijalankan pemerintah melalui beberapa kementerian. Hal itu di antaranya Kartu Indonesia Sehat, Program Keluarga Harapan, atau Membina Keluarga Sejahtera.
”Program-program semacam itu akan terus dipertahankan dan dimunculkan,” ujar Latifa.
Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan TKN-KIK Ida Fauziah mengatakan, suara perempuan penting untuk didulang dalam pilpres karena jumlah populasinya yang lebih banyak. ”Itu sebabnya isu terkait kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan menjadi isu strategis yang diperjuangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf,” ujarnya. (FAJAR RAMADHAN)