JAKARTA, KOMPAS – Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Kamis (27/12/2018) mempertegas komitmen kelembagaan untuk mencegah korupsi di institusi peradilan. Jajaran Mahkamah Agung, termasuk hakim pengawas di setiap pengadilan tinggi maupun hakim tingkat pertama diingatkan untuk bersungguh-sungguh menjaga kredibilitas lembaga.
Pernyataan Hatta itu disampaikan untuk menguji kesungguhan para hakim pengawas di setiap pengadilan tinggi maupun para hakim tingkat pertama untuk menjaga kredibilitas lembaga. Selama ini MA berupaya mencegah korupsi di kalangan hakim, antara lain dengan pengawasan berjenjang dan melekat. Selain itu, MA melarang aparat peradilan untuk bertemu dengan pihak yang berperkara. Namun, segala aturan itu belum sepenuhnya mampu mencegah hakim korupsi. Dari data MA, sudah ada 21 hakim ditangkap dalam kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sepanjang tahun 2018, misalnya, tercatat ada lima hakim tersangkut korupsi, yakni satu hakim PN Tangerang, satu hakim ad hoc Tipikor di PN Medan, dua hakim PN Jakarta Selatan, dan satu hakim PN Semarang. Selain lima hakim, tahun ini ada tiga panitera pengganti (PP) yang ditangkap, yakni di PN Medan, PN Tangerang, dan PN Jakarta Timur.
“Setiap ada hakim yang diperiksa, pasti kita periksa ketuanya. Demikian pula saya terhadap para pimpinan. Ketua MA pun tidak luput dari penilaian atau tim pemeriksa. Makanya sering saya ingatkan kepada kedua wakil ketua MA, jangan sampai melakukan kesalahan. Kalau Anda berdua melakukan kesalahan, maka saya akan ikut bertanggung jawab, dan yang akan memeriksa adalah semua unsur pimpinan,” kata Hatta dalam penyampaian refleksi akhir tahun MA, Kamis (27/12/2018) di gedung MA di Jakarta.
Semua unsur pimpinan MA hadir dalam kegiatan tersebut, antara lain Wakil Ketua MA Bidang Yudisial M Syarifuddin, Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Sunarto, Juru Bicara MA yang baru Andi Samsan Nganro, Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo, dan para ketua kamar MA. Refleksi akhir tahun itu disiarkan langsung melalui video jarak jauh, sehingga bisa disaksikan di seluruh pengadilan di Tanah Air.
Menurut Hatta, pengawasan ketat selalu dilakukan oleh lembaganya terhadap hakim. Ia menyadari publik menginginkan hakim yang bersih, dan sebisa mungkin tidak melakukan kesalahan sekecil apapun. Melalui komitmen kuat dari pimpinan MA, diharapkan korupsi yang dilakukan oleh hakim bisa dicegah.
Hatta mengatakan, pimpinan MA tak henti-hentinya mengingatkan hakim agar tidak korupsi. MA tidak menoleransi korupsi. Hatta siap mundur sebagai Ketua MA bilamana ada Ketua PT yang kembali tertangkap tangan oleh KPK. Maraknya penangkapan hakim dan aparat peradilan dalam kasus korupsi dalam tiga tahun terakhir ini pun menjadi perhatian pimpinan MA.
“Bahkan saya sampaikan pada pengadilan tingkat banding, kalau ada KPT (ketua PT) yang melakukan tindak pidana korupsi seperti kejadian pada mantan ketua PT Manado, maka saya akan mundur. Saya ingin melihat apakah ketua-ketua pengadilan tinggi ini masih mencintai lembaga, dan masih mencintai pucuk pimpinannya. Kalau dia sudah tidak mencintai, silahkan mereka lakukan. Tetapi kalau masih mencintai jangan lakukan,” katanya.
Hatta menegaskan selalu terbuka kemungkinan untuk melakukan kerja sama antara MA dan KPK dalam penguatan sistem pengawasan. Sejak 2017, MA juga mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan (SIWAS), yang memberikan kesempatan pelaporan dari internal MA. Pelaporan dari internal MA kerap lebih mudah diproses karena akses kepada bukti lebih terbuka. Adapun laporan dari eksternal MA kerap sulit diproses karena keterbatasan bukti.
Penjatuhan sanksi
Sampai Desember ini, ada 2.809 pengaduan diterima oleh Badan Pengawasan (Bawas) MA. Dari jumlah itu, 1.134 pengaduan telah selesai diproses, dan 1.675 masih sedang proses. Sebanyak 163 aparat peradilan, termasuk hakim telah dijatuhi sanksi, mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Rinciannya, 43 orang dikenai sanksi berat, 35 sanksi sedang, dan 85 sanksi ringan. Pemberian sanksi itu sudah termasuk yang direkomendasikan Komisi Yudisial (KY).
Terkait data itu, Sunarto menambahkan, untuk sementara ada 64 hakim dari jumlah 163 aparat peradilan yang dijatuhi sanksi. Namun, angka itu masih bisa berubah hingga akhir tahun ini, karena ada sejumlah kasus yang sedang dalam proses di Bawas MA.
“Hakim selalu mendominasi aparat yang dikenai hukuman disiplin, karena untuk penjatuhan hukuman disiplin itu tidak tunggal, jadi berupa majelis. Minimal tiga hakim, dan satu PP. Kalau pelanggaran terbukti, sudah empat aparat pengadilan yang dijatuhi sanksi,” kata Sunarto yang juga merangkap Ketua Kamar Pengawasan MA.
Jenis pelanggaran hakim bervariasi, mulai dari selingkuh, hingga yang terberat ialah tersangkut suap atau korupsi.
Selain konsen pada pengawasan, refleksi dari tahun 2018 juga menunjukkan sejumlah capaian MA, antara lain penilaian audit wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). MA mendapatkan penilaian WTP enam kali berturut-turut sejak 2012. Selain itu, penyelesaian perkara di MA terus mengalami percepatan dari tahun ke tahun. Tahun 2018, MA menyelesaikan 17.351 perkara, dan hingga 21 Desember hanya menyisakan 791 perkara. Angka ini lebih kecil daripada tahun 2017 yang menyisakan 1.388 perkara.