Masyarakat Diajak Jaga Kebinekaan di Tahun Politik
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Kemasyarakatan Katolik mengajak masyarakat Indonesia terus menjaga kebinekaan sepanjang tahun 2019 yang sarat dengan agenda politik. Berkaca dari berbagai peristiwa yang terjadi pada 2018, mereka mendorong masyarakat memperkuat empati dan solidaritas.
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Katolik tersebut terdiri dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik (PK), Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), dan Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI). Dalam siaran pers yang disampaikan pada Senin (31/12/2018), mereka mengajak merefleksikan peristiwa tahun 2018 untuk menyambut tahun 2019 dengan mengedepankan nilai kebinekaan.
"Kebinekaan menjadi modal dasar sekaligus keniscayaan bagi bangsa ini," kata Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Juventus Prima Yoris Kago. Ia menambahkan, persatuan dan kesatuan menjadi konsensus kebangsaan yang harus terus dirawat.
Indonesia adalah karunia Ilahi yang diberikan pada rakyatnya. Negara kepulauan berpenduduk 263 juta jiwa yang tersebar di sekitar 17.504 pulau dari Sabang hingga Merauke. Terdiri dari berbagai suku, adat istiadat, ras, bahasa, agama, kepercayaan, dan kearifan lokal yang sangat beraneka ragam.
Ketua Umum Pengurus Pusat PK Karolin Margret Natasa mengatakan, tahun 2018 merupakan tahun politik karena di tahun ini tahapan awal semua orang yang merasa terpanggil mencalonkan diri baik sebagai calon eksekutif maupun legislatif memulai seluruh langkahnya. Puncak gelaran ini adalah Pemilihan Legislatif dan Presiden 2019 secara serentak pada Rabu, 17 April 2019.
"Menjadi catatan, pemilihan presiden dan wakil presiden kali ini adalah pemilu yang sangat menguras energi dan perhatian seluruh masyarakat," kata Karolin.
Ia menjelaskan, tahapan Pemilu 2019 sudah dimulai sejak awal 2018. Lamanya proses tahapan Pemilu 2019 di satu sisi menjadi tahapan ideal untuk melakukan sosialisasi bagi para kontestan. Namun, disisi lain bisa menjadi kontraproduktif dalam kehidupan berbangsa bila tidak dikendalikan secara benar.
Ormas Katolik menghimbau kepada seluruh masyarakat, untuk meluangkan waktu sejenak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 17 April 2019. "Gunakan hak pilih kita dengan sikap kritis, nalar jernih, dan penuh rasa tanggung jawab. Pemilu adalah peristiwa demokrasi lima tahunan yang harus dikawal bersama," kata Karolin.
Ketua Presidium Dewan Pengurus Pusat WKRI Justina Rostiawati menghimbau semua pihak tidak menjadikan pemilu sebagai segala-galanya, yang justru malah bisa membuat perpecahan bangsa. "Pemilu adalah kompetisi program dari seluruh anak bangsa bukan peperangan melawan musuh," kata Justina.
Refleksi 2018
Tahun 2018 telah memasuki tahapan Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan berkembangnya teknologi digital dan sosial media secara masif. Hal ini membuat banyak industri kreatif bermunculan dimotori generasi milenial yang kreatif dan optimistis.
"Di saat bersamaan, kita dihadapkan pada tantangan dengan maraknya berita fitnah, ujaran kebencian dan berita bohong yang membahayakan persatuan dan eksistensi kebangsaan kita," kata Ketua Presidium Pusat ISKA Hargo Mandirahardjo.
Ia menegaskan, penegakan supremasi hukum harus dilakukan dengan tegas. "Hukum ada untuk meningkatkan rasa kemanusiaan, keadilan sosial, dan menjaga persaudaraan sejati," kata Hargo.
Negara Indonesia dibangun di atas berbagai nilai-nilai kearifan lokal bangsa Indonesia. Kearifan lokal ini bersumber dari budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia yang tersebar di seluruh suku bangsa yang berhasil dirangkum dalam rumusan Pancasila.
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji, merevitalisasi, dan mengimplementasikan kembali berbagai nilai-nilai kearifan lokal ini sebagai sumber perekat pemersatu bangsa Indonesia. Upaya ini penting dilakukan sebagai cara untuk membendung maraknya gerakan radikalisme dan pudarnya semangat nasionalisme.
Sekretaris Nasional FMKI Veronica Wiwiek Sulistyo menambahkan, tahun 2018, pembangunan infrastrukur gencar dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Terlebih di akhir tahun ini, bangsa Indonesia mendapatkan dua kado yaitu berupa dibukanya tol Trans Jawa dan keberhasilan mengambil alih PT Freeport Indonesia dari tangan perusahaan asing.
"Hal ini harus kita apreasiasi namun tidak kalah penting juga harus dilakukan pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan yang seimbang dan berkesinambungan," kata Veronica.
Ia menjelaskan, pendidikan memang tidak hanya dititikberatkan pada meningkatkan keahlian teknis teknologi dan penguasaan ilmu pengetahuan saja, melainkan juga pendidikan harus mampu membentuk karakter peserta didik dengan kesadaran sebagai warga negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila di tengah-tengah masyarakat bangsa yang berbineka.
Berbagai peristiwa dan bencana kemanusiaan telah terjadi di 2018. "Peristiwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Lombok (NTB), Palu (Sulteng), serta Banten dan Lampung hendaknya dimaknai sebagai sapaan kasih Sang Pencipta agar kita bisa melakukan instrospeksi diri," kata Veronica.
Ia mengajak masyarakat Indonesia menundukkan diri sejenak dalam kelemahan sebagai manusia. "Melalui peristiwa ini, hendaknya kita sebagai anak bangsa semakin memperkuat empati dan solidaritas kemanusiaan," kata Veronica.
Solidaritas anak bangsa yang dibangun dengan menghilangkan segala bentuk sekat kepentingan golongan, politik, etnis dan agama. Ia menegaskan, Indonesia adalah rumah kita bersama. "Oleh karena itu, menjadi bagian kita masing-masing untuk menjaganya dari kerusakan-kerusakan akibat egoisme kita sendiri," tutur Veronica.
Ia mengajak masyarakat untuk berefleksi, berbagai peristiwa yang telah terjadi pada bangsa ini selama satu tahun terakhir, hendaknya menjadi kekuatan sekaligus bahan pembelajaran yang baik untuk kita melangkah ke depan.
Setiap langkah yang dilakukan adalah torehan sejarah perjalanan bangsa ini. "Tahun 2019 haruslah menjadi tahun penuh harapan karena masa depan hanya bisa diretas dengan harapan dan optimisme," kata Veronica.