JAKARTA, KOMPAS - Polisi berusaha mengungkap identitas pelaku yang meletakkan bom palsu di pagar rumah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo dan pelempar bom molotov ke rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif melalui rekaman kamera pemantau serta keterangan saksi yang berada paling dekat saat kejadian.
Untuk kasus peletakan bom palsu di rumah Agus, polisi memeriksa enam saksi. Keenam saksi itu di antaranya orang yang melihat barang berupa tas berisi benda mirip rakitan bom yang dicantolkan di pagar. Selain itu juga ada pedagang bubur yang melihat ada orang datang dan menanyakan rumah ketua RT setempat dan rumah Ketua KPK.
Terkait pelemparan dua bom molotov ke kediaman Laode, polisi telah memeriksa 12 saksi yang dekat lokasi kejadian. Dua orang di antaranya diperiksa di Kepolisian Daerah Metro Jaya, sementara 10 saksi lain dimintai keterangan di lapangan. ”Dua orang yang dibawa ke polda karena mereka adalah saksi yang paling dekat dengan tempat kejadian perkara saat terjadi aksi teror,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Kamis (10/1/2019), di Jakarta.
Hasil pemeriksaan terhadap saksi belum dapat memberikan gambaran lebih jelas terkait kedua kasus teror tersebut. Pasalnya, tidak ada saksi yang melihat secara langsung kejadian.
Saat ini Polri tengah memeriksa data rekaman dari empat kamera pemantau (CCTV) yang berada di sekitar kediaman Laode. Rekaman tersebut akan dianalisis menit per menit untuk menemukan titik asal pelaku dan menentukan urutan kejadian secara kronologis.
Kedua rekaman CCTV tersebut sudah diambil dan diteliti di Puslabfor. ”Kami ingin melihat dan mengetahui ketajaman kualitas gambar sehingga diketahui siapa yang ada di rekaman,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK telah menurunkan tim untuk berkomunikasi serta mengoordinasikan keperluan penyidikan dan penyelidikan yang mungkin akan dibutuhkan Polri, termasuk soal jadwal pemeriksaan Agus dan Laode.
”Sudah ada koordinasi langsung yang dilakukan, baik untuk pengamanan maupun kebutuhan permintaan informasi. KPK terbuka dalam melakukan kerja sama dengan Polri untuk mengungkap kasus ini,” Febri.
Rentan
Teror yang dialami Agus dan Laode dianggap masih sebatas sinyal. Teror tersebut turut menunjukkan bahwa sistem keamanan di KPK cenderung rentan. ”Teror diciptakan, salah satunya, untuk menciptakan ketakutan yang berdampak langsung bagi kinerja lembaga KPK,” kata mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Bambang menyarankan kepada KPK untuk memperkuat sistem pengamanan bagi pimpinan dan pegawainya. Salah satunya dengan mengoneksikan keamanan di sekitar tempat tinggal dengan sistem keamanan dalam KPK.
”Hal itu penting juga untuk memperhatikan keamanan keluarga batih,” kata Bambang.
Mantan komisioner KPK lainnya, Bibit Samad Rianto, mengatakan, teror yang hanya dialami Agus dan Laode kemungkinan besar karena sosok mereka yang keras. ”Itu yang tidak disenangi oleh para peneror karena merasa terancam dan tidak bisa mengendalikan,” katanya.
Menurut anggota Komisi III DPR, Muhammad Nasir Djamil, teror terhadap Agus dan Laode menunjukkan bahwa model pengamanan di KPK belum sebanding dengan tingkat ancaman yang dihadapi. ”Pengamanannya juga harus disesuaikan karena pekerjaan di KPK sangat berisiko,” kata Nasir.
Sebagai upaya antisipasi teror susulan, kepolisian menjaga ketat rumah komisioner KPK. Ada enam personel polisi yang menjaga rumah setiap komisioner komisi antirasuah itu selama 24 jam. Ada personel yang berpakaian dinas, ada pula mereka yang berpakaian preman yang memantau situasi di sekitar lokasi.
”Kami memberikan jaminan keamanan kepada Ketua KPK dan komisioner lain dengan cara patroli rutin,” kata Argo.