JAKARTA, KOMPAS – Pengungkapan teror terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dan penggiat gerakan antikorupsi pada umumnya, menjadi keharusan. Di saat yang sama, peristiwa itu semestinya menjadi pengingat bahwa upaya pemberantasan korupsi mendesak untuk diperkuat. Terkait hal itu, antara lain dibutuhkan penyempurnaan sejumlah regulasi.
"(Teror) ini bisa jadi momentum untuk memperkuat KPK. Setidaknya, penguatan dilakukan dengan sejumlah revisi undang-undang, seperti undang-undang tindak pidana korupsi,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo, di Gedung KPK Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Pada Rabu dini hari lalu, rumah Agus dan pimpinan KPk lainnya, Laode M Syarif, diteror. Sebelumnya, pada April 2017, penyidik KPK Novel Baswedan juga diserang oleh orang tidak dikenal dengan air keras. Hingga kini, pelaku teror terhadap Novel ini belum terungkap.
Berbagai teror itu belum ada yang terungkap hingga tuntas.
Sejumlah penyidik dan jaksa di KPK juga pernah mengalami berbagai teror saat menangani perkara tertentu. Ironisnya, berbagai teror itu belum ada yang terungkap hingga tuntas.
Menurut Agus, meningkatkan perlindungan terhadap para pegawai KPK memang menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi berbagai teror itu. Namun, persoalan yang sebenarnya lebih mendesak adalah penguatan upaya pemberantasan korupsi itu sendiri. Terkiat hal itu, revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi amat dibutuhkan guna disesuaikan dengan perkembangan kejahatan korupsi.
Revisi ini juga dibutuhkan untuk memasukkan sejumlah rekomendasi dari Konvensi PBB Antikorupsi. Rekomendasi itu antara lain terkait korupsi sektor swasta, pemulihan aset, perdagangan pengaruh, penambahan kekayaan tidak wajar, dan suap terhadap pihak asing.
Dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh KPK, juga mesti ditingkatkan.
Mantan Komisioner KPK Indriyanto Seno Adji sepakat, perlindungan terhadap para pegawai dan pimpinan KPK penting dilakukan. Namun, hal itu tidak cukup. Dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh KPK, juga mesti ditingkatkan.
Kasus Novel
Pengusutan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan memasuki babak baru. Kepolisian Republik Indonesia membentuk tim gabungan, yang salah satunya mengacu pada rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Anggota tim gabungan ini terdiri dari polisi, penyidik dan penyelidik KPK, Komisi Kepolisian Nasional, akademisi, dan masyarakat sipil.
Agus Rahardjo membenarkan pembentukan tim gabungan tersebut. Namun ia belum menerima pemberitahuan mengenai pegawai KPK yang akan ikut dalam tim itu.
Secara terpisah, komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengapresiasi pembentukan tim gabungan tersebut. “Tim ini memiliki tantangan yang besar. Tim itu tak hanya bertugas mengungkap kasus, tapi juga harus menangkap pelaku. Tantangan lainnya adalah kecepatan, mengingat sudah ada bahan dari kepolisian dan dari Komnas HAM yang bisa digunakan. Jika tidak dapat cepat, harapan masyarakat akan pudar. Hasilnya pun harus dikomunikasikan secara berkala,” ujar Anam.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.