JAKARTA, KOMPAS - Selain menyidik kasus dugaan suap terkait dana hibah, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menyelidiki proposal lain yang diajukan Komite Olahraga Nasional Indonesia ke Kementerian Pemuda dan Olahraga. Proposal lain itu ditemukan oleh tim penyidik KPK saat menggeledah sejumlah ruangan di Kemenpora dan KONI.
"Kami menemukan adanya proposal-proposal lain. Apakah praktik yang sama (proposal kegiatan fiktif) juga terjadi di proposal-proposal yang lain tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Proposal-proposal itu antara lain ditemukan di ruang kerja Menpora Imam Nahrawi dan ruangan asisten Deputi IV Kemenpora saat digeledah pada 20 Desember 2018 atau sehari setelah penangkapan Deputi IV Kemenpora Mulyana dan pejabat KONI. Proposal serupa ditemukan di sejumlah ruangan di KONI.
Terkait dengan proposal tersebut, menurut Febri, pihaknya telah meminta keterangan dari Sekretaris Jenderal KONI Endi Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy— keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka—serta sejumlah pegawai KONI dan Kemenpora.
Selain itu, penyidik juga sedang mendalami penggunaan dana hibah tersebut.
”Dari identifikasi yang dilakukan saat ini, ada dugaan penyimpangan penggunaan dana hibah tersebut,” ujar Febri.
Alokasi dana hibah dari Kemenpora untuk KONI Rp 17,9 miliar. Untuk periode Desember 2018, dana tersebut baru cair Rp 7 miliar. Uang itu ditemukan di KONI dan disita KPK sebagai barang bukti.
Alokasi dana hibah tersebut diperoleh melalui pengajuan proposal kegiatan fiktif. Sebelum proposal diajukan, diduga telah terjadi kesepakatan fee antara Kemenpora dan KONI sebesar Rp 3,4 miliar atau 19,13 persen dari total dana hibah.
Berdasarkan temuan KPK, Mulyana telah menerima Rp 318 juta. Selain itu, KPK juga menemukan uang sejumlah Rp 100 juta di ATM milik Mulyana. Pejabat Kemenpora tersebut juga diduga telah menerima sejumlah pemberian, seperti mobil, telepon genggam, dan uang, pada periode April-September 2018.