JAKARTA, KOMPAS— Pada masa kampanye rapat umum kali ini, para calon anggota legislatif umumnya memilih melakukan kampanye langsung dari pintu ke pintu untuk mendatangi calon pemilih. Selain lebih murah, bentuk kampanye ini juga diyakini lebih efektif.
Kampanye dengan cara dari pintu ke pintu itu, antara lain dilakukan Nur Agis Aulia (29), calon anggota DPRD Kota Serang, Banten, di Serang. Dia memilih mendatangi langsung rumah calon pemilih atau menggelar pertemuan dengan konstituen. Setiap pertemuan rata-rata dihadiri 30 orang.
”Saya tak mengadakan pertunjukan musik, pasang iklan, atau pawai karena biayanya terlalu besar,” kata Agis, Senin (25/3/2019).
Hal serupa dilakukan calon anggota DPRD Banten lainnya, Encop Sofia. Dia rutin menggelar pertemuan, yang mana setiap pertemuan dihadiri 5- 30 calon pemilih. Encop senang bertemu warga dengan jumlah terbatas karena lebih akrab.
”Saya senang dengan acara yang kekeluargaannya lebih dekat agar sama-sama kenal. Biar bisa berkawan dan memiliki jaringan yang luas,” ucapnya.
Kampanye terbuka dengan mendirikan panggung, lanjut Encop, memang dapat mendatangkan banyak orang. Namun, selain biayanya besar, dalam acara itu juga tak mudah menjalin hubungan interpersonal yang kuat dengan calon pemilih.
Militansi relawan
Terkait pemilihan presiden, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, hasil survei lembaganya pada Maret 2019 dengan 2.000 responden, masih ada 11 persen pemilih yang kini belum menentukan pilihan.
Sebanyak 36,4 persen dari jumlah pemilih mengambang masih mungkin berubah sikap bergantung pada penampilan kandidat di debat presidensial yang masih akan digelar dua kali. Sisanya bergantung pada arahan atau imbauan tokoh agama serta bantuan kebutuhan pokok dan politik uang.
Survei itu juga menunjukkan elektabilitas Joko Widodo- Ma’ruf Amin adalah 53,6 persen, sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 35,4 persen. Tingkat kemantapan pilihan terhadap kedua kandidat sudah tergolong tinggi. Sebanyak 82,8 persen pemilih Jokowi-Amin sudah mantap dengan pilihannya, begitu pula 80,6 persen pemilih Prabowo-Sandi.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan, militansi pendukung kedua kandidat akan berperan besar dalam mendongkrak dan mengamankan elektabilitas kedua kandidat.
Persatuan dan simulasi
Saat kampanye di lapangan Mandala, Merauke, Papua, kemarin, calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menyatakan, perjuangan memajukan Indonesia menjadi negara adil dan makmur harus berbasis pada persatuan Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan. ”Kita berjuang untuk rakyat Indonesia dari Sabang ke Merauke. Semua suku, agama, etnis, dan golongan adalah keluarga kita semua,” kata Prabowo.
Prabowo yang membuka kampanye rapat umum pada Minggu di Manado, Sulawesi Utara, dan kemudian ke Makassar, Sulawesi Selatan, mengatakan, perlu bagi seluruh rakyat Indonesia meningkatkan persatuan dan persaudaraan. Jangan sampai ada kesenjangan antara elite dan rakyat serta antara pusat dan daerah.
Sementara itu, kemarin Jokowi berkampanye di Banyuwangi, Jember, dan Malang. Dalam acara itu, Jokowi antara lain melakukan simulasi pencoblosan surat suara pemilu presiden.
Dalam kampanyenya, Jokowi mengingatkan warga agar pada Rabu, 17 April mendatang, datang ke tempat pemungutan suara. ”Ajak mereka memakai baju putih karena yang mau dicoblos nanti bajunya juga putih,” ujarnya.
Dalam kampanyenya itu, Jokowi juga sekaligus menekankan rasa syukur karena mendapat kesempatan memimpin pemerintahan dari tingkat paling bawah. Jokowi memulai karier politiknya dari jabatan sebagai Wali Kota Solo, lalu Gubernur DKI Jakarta, dan kemudian menjadi presiden melalui Pemilu 2014.
”Artinya pengalaman (saya) betul-betul dari bawah, ngerti rakyat butuh apa, ngerti bagaimana mengelola pemerintahan,” kata Jokowi. Ia menambahkan, pengalaman amat dibutuhkan untuk mengelola negara sebesar Indonesia.
Secara terpisah, anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan, keamanan tercipta dalam dua hari pertama masa kampanye rapat umum. Meski demikian, potensi konflik di sejumlah daerah tetap diantisipasi.
Antisipasi konflik ini, kata Rahmat, terus dilakukan, antara lain dengan menyusun indeks kerawanan pemilu. ”Kami terus berkoordinasi di lapangan agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan,” katanya. Menurut dia, potensi konflik antara lain ada di daerah yang sebelumnya pernah terjadi kerawanan.