JAKARTA, KOMPAS – Momentum kampanye rapat umum di sisa 19 hari masa kampanye mendatang dinilai sulit untuk menggeser suara pemilih mengambang yang belum menentukan pilihan. Militansi relawan dan pendukung dari kedua pasangan calon presiden-wakil presiden akan lebih menentukan hasil perolehan suara saat hari pemungutan suara nanti.
Jumlah pemilih mengambang yang belum menentukan pilihan masih berkisar di antara 11-13 persen. Berdasarkan hasil survei Charta Politika, Maret 2019, terhadap 2.000 responden dengan tingkat kesalahan 2,19 persen, ada 11 persen responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab. Sementara, hasil survei Litbang Kompas, Maret 2019, menunjukkan masih ada 13,4 persen pemilih mengambang.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, mayoritas pemilih mengambang (undecided voters) itu, atau sebanyak 36,4 persen dari jumlah pemilih mengambang, masih mungkin berubah sikap tergantung pada penampilan kandidat di debat presidensial yang tersisa dua kali di bulan depan. Sisanya, tergantung arahan atau imbauan dari tokoh agama, serta bantuan sembako dan gempuran politik uang.
“Tapi debat ini kompleks, karena selama performa kandidat masih begitu-begitu saja, tidak berpengaruh besar. Dan kita lihat, debat sejauh ini tidak banyak perbedaan,” katanya di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Mengacu pada survei Charta Politika, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf pada angka 53,6 persen, sementara Prabowo-Sandiaga sebesar 35,4 persen. Tingkat kemantapan pilihan terhadap kedua kandidat sudah tergolong tinggi. 82,8 persen pemilih Jokowi-Ma’ruf sudah mantap dengan pilihannya, begitu pula 80,6 persen pemilih Prabowo-Sandiaga.
Tingkat kematangan pilihan ini juga serupa dengan hasil survei Litbang Kompas. “Jadi, kecuali ada tsunami politik, skandal besar yang menimpa kandidat langsung, atau blunder dan krisis finansial, tidak mudah ada pergeseran yang signifikan di sisa waktu ini,” kata Yunarto.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan, dibandingkan kampanye rapat umum berupa penggalangan massa, militansi pendukung kedua kandidat akan memainkan peranan lebih besar untuk mendongkrak dan mengamankan elektabilitas.
Militansi pendukung ini menentukan dua hal sekaligus. Pertama, meningkatkan elektabilitas dengan cara menggencarkan kampanye pintu ke pintu (door to door) ke segmen pemilih mengambang. Kedua, mengamankan elektabilitas dengan cara memastikan suara pemilih pendukung yang sudah loyal akan berbuah coblosan saat hari pemungutan suara nanti.
Ini menjadi tantangan tersendiri untuk kubu Jokowi-Ma’ruf, karena militansi pendukung di kubu petahana tidak setinggi saat Pemilihan Presiden 2014 lalu.
“Militansi pasangan Prabowo-Sandiaga di akar rumput lebih bagus, sementara Jokowo-Ma’ruf unggul di etalase deklarasi dukungan. Tapi, kunci sebenarnya ada pada kerja riil di darat, bagaimana mengkonversi dukungan itu menjadi vote di bilik suara,” kata Ari.
Peneliti Litbang Kompas Toto Suryaningtyas mengatakan, ukuran militansi di pemilih Prabowo lebih tinggi satu tingkat dibandingkan pemilih Jokowi. Itu terlihat dari jawaban saat ditanyakan sejauh mana responden mengikuti informasi pemberitaan soal capres pilihannya, ikut menyebarluaskan, dan membela jika capres yang dipilih sedang dijelek-jelekkan.
Namun, Toto menilai, kampanye rapat umum masih bisa dijadikan momentum untuk meneguhkan pilihan para pendukung serta menarik perhatian pemilih mengambang. Ini khususnya dapat menarik perhatian kelompok masyarakat tradisional di luar Jawa yang masih melihat ajang pemilu sebagai pesta demokrasi.
“Ini penting untuk meneguhkan para pemilih last minute yang baru akan jelas pilihannya di menit-menit terakhir. Kegiatan simbolik, semi-festival, tetap bisa menarik perhatian masyarakat di daerah,” ujarnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.