Bagus Bawana, terdakwa kasus dugaan penyebaran hoaks surat suara tercoblos, mulai diadili. Hari yang sama, KPU kembali melaporkan hoaks pemilu ke Bareskrim Polri.
JAKARTA, KOMPAS Bagus Bawana Putra, terdakwa penyebar hoaks tujuh kontainer surat suara Pemilu 2019 yang tercoblos, mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019). Bagus didakwa membuat keonaran di tengah masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
Kasus ini menjadi salah satu bentuk keseriusan penyelenggara pemilu melaporkan hoaks terkait pemilu, serta keseriusan aparat penegak hukum menindaklanjuti. Di hari yang sama dengan persidangan itu, Komisi Pemilihan Umum juga melaporkan lagi dugaan penyebaran hoaks ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Penyebaran hoaks atau informasi palsu yang dilaporkan itu berbentuk video yang menyatakan server KPU sudah diatur untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2019.
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, menuturkan, tidak benar tuduhan KPU sudah mengatur perolehan suara salah satu pasangan calon menggunakan sistem informasi. Sebab, proses penghitungan suara dilakukan manual dan berjenjang, mulai dari tempat pemungutan suara, lalu direkapitulasi di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, baru KPU RI.
Hasil pindai formulir C1 atau hasil perhitungan suara di TPS, yang diunggah ke laman daring KPU, juga dilakukan setelah penghitungan suara selesai. Data itu diketahui lebih dahulu oleh publik dan semua mempunyai kesempatan mendokumentasikan.
”Tuduhan tidak berdasar yang beredar lewat video itu merugikan KPU. Kami akan melaporkannya ke Bareskrim Mabes Polri,” kata Hasyim dalam keterangan tertulisnya.
Persidangan
Dalam persidangan dengan terdakwa Bagus Bawana, jaksa penuntut umum Yohanes G, Yoki Adrianus, Agustinus Mangontan, Yusuf Ibrahim, Iryan Muhidin, dan Budi Kurniawan bergantian membacakan delapan dakwaan yang dikenakan secara alternatif.
Pertama, Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Kedua, Pasal 14 Ayat 2 UU 1/1946. Ketiga, Pasal 15 UU 1/1946. Keempat, Pasal 45A Ayat 2 UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kelima, Pasal 45A Ayat 2 UU ITE. Keenam, Pasal 45 Ayat 3 juncto Pasal 27 Ayat 3 UU ITE juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ketujuh, Pasal 45 Ayat 3 UU ITE. Kedelapan, Pasal 207 KUHP.
”Terdakwa telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat,” ujar jaksa Budi Kurniawan.
Dalam pembacaan dakwaan itu diungkap, hoaks bermula dari pesan yang dikirim seseorang ke sebuah grup Whatsapp akhir Desember 2018, yang berisi informasi diduga ada sejumlah kontainer berisi 80 juta surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan calon tertentu. Bagus yang mendapat hoaks itu kemudian menyebarkan ke sejumlah grup Whatsapp lainnya melalui pesan suara pada 2 Januari 2019. Saat yang sama, Bagus membagikan hoaks itu melalui akun Twitter-nya. (SPW/IAN/REK)