Gratifikasi untuk Bupati Talaud, KPK: Diduga Bukan yang Pertama
Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/4/2019) malam. Kepada wartawan, Sri Wahyumi mengaku bingung dengan penangkapan dirinya oleh KPK.
Oleh
Riana Ibrahim/Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (30/4/2019) malam. Selain Wahyumi, lima orang yang terjaring dalam operasi tangkap tangan oleh KPK pada Selasa pagi juga sudah tiba dan hingga kini masih diperiksa oleh tim dari lembaga antirasuah tersebut.
Tepat pukul 20.17 WIB, Wahyumi yang mengenakan batik lengan panjang berwarna biru dipadu dengan celana panjang dan topi warna pink terlihat tiba di Gedung KPK. Wahyumi ditangkap tangan oleh tim KPK pada Selasa pagi. Siang harinya, dia diterbangkan ke Jakarta dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, di Jakarta, sekitar pukul 18.30 WIB.
Kepada wartawan sesaat sebelum memasuki Gedung KPK, Wahyumi mengaku bingung dengan penangkapan dirinya.
”Saya bingung karena barang enggak ada saya terima. Tiba-tiba saya dibawa ke sini. Tidak benar saya terima hadiah. Tidak ada saya terima barang itu,” tuturnya.
Cincin berlian
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, pihaknya menyita sejumlah barang dan uang dengan total nilai lebih dari Rp 500 juta. ”Ada 2 tas bernilai lebih dari Rp 100 juta, 1 jam tangan dengan harga sekitar Rp 200 jutaan, dan sisanya anting serta cincin berlian,” kata Febri.
Berdasarkan temuan tim KPK, pemberian itu terkait dengan proyek pembangunan pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud. KPK pun menduga pemberian bukan kali ini saja, sebelumnya sudah ada pemberian yang direalisasikan.
”Jadi, dugaannya, ini memang bukan penerimaan pertama yang dilakukan kepala daerah ini,” ucap Febri.
Rekam jejak Wahyumi selama menjabat dinilai kontroversial. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyebutkan, penangkapan Sri Wahyumi sebenarnya sudah dapat diprediksi karena selama menjabat bupati, dia sering melakukan tindakan indisipliner.
Setidaknya, ada dua masalah yang pernah membelit Bupati Talaud tersebut. Pertama, Sri Wahyumi pernah dinonaktifkan dari jabatannya oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo selama Januari-April 2018 lantaran pergi ke Amerika Serikat tanpa izin Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey pada akhir 2017.
Kedua, Sri Wahyumi pernah memutasi 305 aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Talaud tak lama setelah Pemilihan Kepala Daerah 2018. Hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
”Jadi, ketika ada aktor-aktor yang tidak patuh, itu adalah embrio dari persoalan-persoalan berikutnya. Dan, hari ini ditangkap, kan. Bupati ini memang sangat terkenal indisipliner dan ngeyel,” tutur Akmal.
Sri Wahyumi menjabat Bupati Kepulauan Talaud sejak 2013. Dia akan mengakhiri tugasnya sebagai bupati pada Juli 2019. Sebab, pada Pilkada Talaud 2018, dia gagal terpilih kembali.
Selain sebagai Bupati Talaud, Sri Wahyumi menjabat pula sebagai Ketua DPD Partai Hanura Kabupaten Talaud.
Dari catatan KPK, jumlah kepala daerah yang ditangkap sejak 2004 hingga 2019 mencapai 109 orang. Apabila kelak ditetapkan sebagai tersangka, Sri Wahyumi akan menjadi kepala daerah ke-110 yang berurusan dengan KPK.