JAKARTA, KOMPAS – Pihak keamanan diharapkan berhati-hati dalam menangani demonstrasi dan aksi yang beberapa waktu terakhir terjadi di Papua dan Papua Barat. Kepolisian harus secara proporsional dan komprehensif melihat serta menimbang latar belakang isu Papua yang berkembang dalam beberapa hari ini, dan tidak terburu-buru menangani persoalan tersebut dengan menerapkan delik makar.
Kelompok masyarakat sipil berharap pemerintah berhati-hati dalam menangani persoalan Papua. Pasal makar diharapkan tidak digunakan untuk memberangus diskusi, ekspresi, dan pendapat politik.
“Perjuangan dan demonstrasi beberapa waktu ini antara lain didasari atas masalah pelecehan dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua, serta belum adanya kejelasan mengenai penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua,” kata Erasmus Napitupulu, Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Senin (2/9/2019) di Jakarta.
Kedua, makar sesuai dengan makna artinya dalam Bahasa Belanda, aanslag, ialah serangan. Oleh karenanya, dalam hal perbuatan itu berupa diskusi, ekspresi atau pendapat, pasal ini tidak bisa diterapkan.
“Sebagai catatan, dalam pembahasan pasal makar saat pembentukan KUHP belanda, hal ini juga telah disebutkan bahwa makar harus dibedakan dengan diskusi-diskusi politik. Sejarah juga mencatat, para pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak satupun yang dijerat dengan pasal makar,” katanya.
Erasmus mengatakan, para mahasiswa yang ditangkap harus tetap diberikan akses bantuan dan pendampingan hukum. Mereka harus dilepaskan apabila tidak ada tindakan yang memang dapat dijerat dengan makar.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.