Terdapat sekitar 74 undang-undang yang saat ini saling tumpang tindih sehingga menghalangi percepatan capaian investasi.
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Capaian masuknya investasi ke dalam negeri menjadi target penting pada periode pemerintahan ini. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun berupaya memenuhi hal ini dengan mengejar melalui omnibus law dan harmonisasi regulasi lain menyusul berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
”Ada beberapa titipan saat wawancara dengan Presiden kemarin. Fokusnya mempercepat omnibus law dan memangkas aturan yang menghambat investasi,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly seusai serah terima jabatan kembali Menkumham di Graha Pengayoman, Gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Menurut Yasonna, ada sekitar 74 undang-undang yang saat ini saling tumpang tindih sehingga menghalangi percepatan capaian investasi. Untuk itu, pihaknya akan berupaya merampingkan aturan tersebut sesuai dengan arahan Presiden melalui konsep omnibus law sehingga perizinan tidak lagi berbelit dan investor yang ingin menanamkan modal menjadi lebih mudah.
”Jadi, sudah disampaikan juga ke Menko Polhukam. Dalam satu undang-undang, bisa ada mengenai perizinan hingga regulasi percepatan investasi. Jadi, undang-undang yang menghalangi akan diterabas. Target kami tahun ini kalau bisa selesai. Presiden minta tahun ini. Sebelumnya, sudah dikerjakan juga dan dibawa ke rapat terbatas pada periode yang lalu sehingga tinggal finalisasi. Jadi, bisa terealisasi,” tutur Yasonna.
Konsep omnibus law ini muncul saat pidato Presiden ketika dilantik pada 20 Oktober 2019. Lewat konsep ini, Presiden meyakini aturan-aturan yang ada akan lebih sederhana dan memotong alur birokrasi yang panjang. Setidaknya ada dua undang-undang besar yang disasar, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
Di sisi lain, Yasonna juga menekankan lahirnya revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) juga dapat dimanfaatkan. ”Lewat RUU PPP, nanti peraturan daerah yang menghambat investasi dapat dipotong. Saya akan sampaikan kepada Kakanwil, Dirjen PPP, dan kepala BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) untuk terus melakukan pertemuan membahas dan mengambil langkah harmonisasi dan evaluasi perda yang menghambat investasi,” ungkap Yasonna.
Secara terpisah, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera menyampaikan, terobosan ini harus dimaknai tidak hanya memangkas jumlah undang-undang, tetapi juga memperhatikan konsistensi substansi dan kerapihan pengaturan agar prosedur yang berjalan lebih sederhana dan tepat sasaran.
Hal ini, lanjut dia, belum pernah dilakukan di Indonesia. Meski dapat dilakukan, prosesnya tidak akan mudah. Sebab, pembahasan undang-undang di Indonesia ini tidak hanya dapat dilakukan pemerintah sendiri, tetapi harus melibatkan parlemen yang memiliki fungsi legislasi.
”Prosesnya layaknya membuat UU. Jadi, tetap butuh pembahasan dan negosiasi dengan fraksi di DPR. Ini yang kemudian harus diperhatikan,” kata Bivitri.