Korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi salah satu kasus yang paling banyak ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Oleh
Riana A Ibrahim dan FX Laksana Agung
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi salah satu kasus yang paling banyak ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Transformasi pengadaan barang/jasa di era digital pun dinilai dapat menjadi jalan keluar dan diharapkan mampu menutup ruang gelap yang selama ini dimanfaatkan para pejabat, baik di pusat maupun daerah, dalam pengadaan barang/jasa.
”Untuk itu, dibutuhkan upaya pencegahan sebagaimana telah diamanatkan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi. Pengadaan secara elektronik menjadi salah satu cara pencegahan, tetapi SDM juga perlu teruji,” kata Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto saat Rapat Koordinasi Nasional LKPP 2019 di Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Belanja pengadaan barang/jasa pemerintah sepanjang 2015-2019 sendiri mencapai Rp 5.335 triliun. Adapun pada November 2019 ini masih ada paket senilai Rp 39 triliun yang berproses di e-tendering. Dari jumlah itu, sebesar Rp 31,7 triliun merupakan pekerjaan konstruksi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan 2019 yang digelar LKPP di Jakarta menyatakan kegeramannya atas persoalan klasik menumpuknya penyerapan anggaran di akhir tahun. Padahal, pemerintah telah jauh-jauh hari mengembangkan metode lelang secara elektronik agar lebih efisien waktu dan harga.
Pola penyerapan yang menumpuk di akhir tahun, menurut Presiden, tidak saja membuat kualitas pertumbuhan ekonomi tidak optimal tetapi juga menyebabkan kualitas hasil akhir proyek menjadi buruk. Contoh persoalan jembatan dan gedung sekolah yang belum lama dibangun tetapi kemudian ambruk, adalah salah satu contoh akibat model kejar eksekusi di akhir tahun.
Tidak merata
Lebih lanjut, penumpukan di akhir tahun berarti sirkulasi uang di daerah sepanjang tahun tidak merata. ”Kalau uangnya enggak keluar, artinya perputaran uang di daerah menjadi tidak ada. Kalau uang tidak ada yang berputar, pertumbuhan ekonomi di situ rendah. Itu sudah pasti. Itu rumus ekonomi, enggak bisa dibantahkan. Kalau tidak ada pertumbuhan ekonomi, artinya rakyat kita menderita. Itu, kok, diulang-ulang,” tutur Presiden.
Presiden juga mengingatkan kepada LKPP untuk mendesain kebijakan pengadaan barang dan jasa yang menstimulus tumbuhnya industri dalam negeri, terutama usaha kecil dan menengah (UKM). LKPP juga diminta mempermudah dan memfasilitasi masuknya produk UKM ke dalam katalog elektronik.
”Belanja pengadaan barang dan jasa harus berkontribusi signifikan terhadap industri dalam negeri. Tolong betul-betul disadari. Pengembangan industri dalam negeri itu bisa didesain dari proses pengadaan barang dan jasa,” katanya.
Presiden Jokowi kemudian mencontohkan ribuan sampai ratusan ribu cangkul yang masih diimpor. Jika kebutuhan cangkul didesain untuk dipenuhi dari UKM domestik, perekonomian nasional akan terbantu, terutama UKM.
”Misalnya urusan pacul, cangkul. Masak masih impor. Apakah tidak bisa didesain industri UKM kita. Kamu buat pacul. Tahun depan saya beli. Ini puluhan ribu, ratusan ribu cangkul, yang dibutuhkan masih impor. Apakah negara kita yang sebesar ini industrinya, yang sudah berkembang, pacul harus impor? Tolong didesain. Ini baru satu barang. Barang lain masih ribuan,” papar Presiden.
Presiden juga meminta kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah untuk memprioritaskan pembelian barang dan jasa produksi dalam negeri. Sekalipun harga produksi UKM sedikit lebih mahal, Presiden meminta instansi untuk memilih produk lokal.
Belanja pengadaan barang dan jasa harus berkontribusi signifikan terhadap industri dalam negeri. Tolong betul-betul disadari. Pengembangan industri dalam negeri itu bisa didesain dari proses pengadaan barang dan jasa
”Kita ini masih defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, masih impor. Impor itu enak karena harganya lebih murah. Tapi, di sini, ruang untuk menciptakan lapangan pekerjaan menjadi hilang. Larinya ke situ. Pengadaan barang dan jasa itu bisa kita pakai untuk membangun industri-industri kecil yang berkaitan dengan barang,” tutur Presiden.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.