Upaya Tanpa Lelah Tanam Nilai Antikorupsi di Tanah Papua
Ketika Suyadi mengadakan rapat monitoring dan evaluasi, tak ada pimpinan daerah yang datang meskipun undangan kepada 20 kepala daerah sudah dikirim sebulan sebelumnya.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
”Papua kompleks sekali. Secara keseluruhan, kemajuan hanya 24 persen,” ujar Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan.
Penilaian ini disampaikan dalam acara bedah buku Jalan Sunyi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (16/12/2019). Buku yang memuat berbagai cerita kinerja Tim Koordinasi Supervisi, dan Pencegahan (Korsupgah) ditulis wartawan Jawa Pos, Kuswandi, bersama enam rekan lainnya.
Jadi habis hingga dua tahun untuk urusan yang begini. Sampai sekarang, belum jadi juga itu (sistem e-planning)
Menurut Pahala, Papua merupakan daerah terberat untuk menjalankan strategi pencegahan dari KPK. Berbeda dengan daerah lain yang dapat menjalankan rencana aksinya, Tim Korsupgah di Papua harus mendapatkan kepercayaan publik terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan.
”Saya bilang sejak Tim Korsupgah masuk ke Papua pada 2016, ongkosnya, ya, beli kepercayaan dahulu. Rasanya sudah lumayan,” ujarnya.
Pahala menuturkan, ketika membuat sistem e-planning di Papua, masyarakat berdalih tidak ada listrik karena bendungan bermasalah. Namun, setelah masalah listrik diselesaikan PT PLN (Persero), 3 bulan kemudian e-planning tetap tidak jadi karena jaringan internet lemah.
Meski persoalan jaringan internet telah diselesaikan oleh PT Telkomsel (Persero), sistem e-planning tetap belum jadi. Kali ini alasannya, tidak ada orang yang bisa mengoperasikan.
”Jadi, habis hingga dua tahun untuk urusan yang begini. Sampai sekarang, belum jadi juga itu (sistem e-planning),” ujar Pahala.
Belum lagi, ada konsep Bapak-Anak membuat penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 1 triliun tidak tepat sasaran. Masyarakat Papua sering kali meminta bantuan kepada kepala daerah. Bahkan, ada anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang merupakan kelompok separatis, meminta uang Rp 50 juta kepada kepala daerah untuk biaya hidup di hutan.
”Bagaimana dia mau memasukkannya ke dalam laporan (keuangan)? Papua ini kayaknya harus diberi resep khusus, yaitu kepercayaan. Setelah didapat, baru akan kami mulai dengan urusan yang lebih teknis,” kata Pahala.
Maka, tahun depan tim korsupgah akan mencoba untuk bermitra dengan gereja, perguruan tinggi, dan media massa di Papua. Melalui bantuan dan dorongan dari para tokoh agama, akademisi, dan pemberitaan media massa, diharapkan sistem e-planning untuk mencegah korupsi dapat segera berjalan di Papua.
Keselamatan jiwa terancam
Anggota Tim Korsupgah KPK di Provinsi Papua dan Papua Barat, Suyadi, menuturkan, minimnya infrastruktur, perbedaan sosial budaya, hingga ancaman keselamatan jiwa menjadi tantangan baginya. Cerita ini dimuat dalam artikel ”Loyalitas Tanpa Batas Penggawa KPK” yang menjadi salah satu cerita buku tersebut.
Bertugas mencegah korupsi di Papua dan Papua Barat benar-benar membutuhkan kesabaran luar biasa. Ketika Suyadi mengadakan rapat monitoring dan evaluasi, tak ada pimpinan daerah yang datang meskipun undangan kepada 20 kepala daerah sudah dikirim sebulan sebelumnya.
”Kuncinya sabar,” ujar Suyadi. Selain sabar, Tim Korsupgah KPK juga harus siap berkorban materi.
Pengalaman ini dirasakan Suyadi, yang tercatat sebagai ”pemegang rekor” pegawai KPK paling banyak menangani biaya kegiatan lokakarya (workshop). Uang pribadi Rp 166 juta pun sempat dikeluarkan agar kerja Tim Korsupgah di Papua dan Papua Barat dapat berjalan.
Cerita lainnya, dalam artikel ”Senyap di Kota Injil”, penanggung jawab Tim Korsupgah Provinsi Papua Barat, Maruli Tua, menuturkan, lambatnya perbaikan tataran pemerintah daerah disebabkan senyapnya rutinitas pegawai negeri sipil Provinsi Papua Barat.
”Barangkali masuk akal, kenapa Pemerintah Provinsi Papua Barat yang rajin menjalin kerja sama dengan lembaga lain, nyatanya tidak pernah mendulang prestasi,” ujar Maruli Tua.
Sejak didampingi KPK pada September 2016, rapor Papua Barat tak pernah keluar dari zona merah korupsi. Mulai dari pelayanan terpadu satu pintu, pengadaan barang dan jasa, hingga manajemen aset daerah, nilainya berada di bawah 50.
Sekretaris Daerah Papua Barat Nataniel Dominggus Mandacan pun membantah hal ini. Namun, ia pun tidak memungkiri komitmen PNS Pemprov Papua Barat untuk melakukan perubahan memang belum merata.
Nataniel meminta KPK terus mengawal anggaran di Papua Barat. Ia berharap PNS Papua Barat secara bertahap mau bergerak ketika ada KPK yang memaksa.
Menanamkan nilai-nilai antikorupsi di Papua dan Papua Barat butuh upaya tanpa lelah. Perlu perjuangan ekstra keras dan didukung biaya besar agar semua elemen masyarakat dan aparat di sana melek pencegahan korupsi.
”Untuk sementara, kami masih berusaha menumbuhkan komitmen (antikorupsi),” kata Maruli Tua.