KPK Tetap Lanjutkan Proses PK Syafruddin Temenggung
KPK tetap akan melanjutkan pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan kasasi milik bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Sidang terhadap pengajuan PK terus berjalan.
Oleh
IAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi tetap akan melanjutkan pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan kasasi milik bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Sidang terhadap pengajuan ini masih berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin.
Sidang perdana berupa pembacaan memori Peninjauan Kembali yang diajukan KPK itu dimulai pada 9 Januari 2020, pekan lalu. Saat itu, jaksa Kiki Ahmad Yani memasukkan pelanggaran etik yang dilakukan Hakim Agung Syamsul Rakan Chaniago bertemu dengan kuasa hukum Syafruddin sebagai salah satu poin.
Pada Kamis (16/1/2020 lalu), giliran kuasa hukum Syafruddin yang mengajukan tanggapan terhadap memori tersebut. Hasbullah memberi tanggapa bahwa pertemuan yang berujung pada pelanggaran etik itu tidak berkaitan dengan kasus Syafruddin. Bahkan alasan KPK itu dinilai mengada-ada.
“Alasan Pemohon PK dengan mengajukan adanya bukti pertemuan dan/atau komunikasi antara Ahmad Yani dan salah satu hakim agung adalah alasan yang mengada-ada dan tidak terkait perkara a quo”
“Alasan Pemohon PK dengan mengajukan adanya bukti pertemuan dan/atau komunikasi antara Ahmad Yani dan salah satu hakim agung adalah alasan yang mengada-ada dan tidak terkait perkara a quo,” ujar Hasbullah.
Seusai persidangan, Hasbullah juga menyampaikan pihaknya juga bersurat kepada Komisioner KPK dan Dewan Pengawas KPK perihal pencabutan Peninjauan Kembali yang diajukan KPK. Surat itu pun telah diterima KPK tertanggal 16 Januari 2020. “Semestinya dicabut saja. Kami sudah mohonkan. Karena ini inkonstitusional,” kata Hasbullah.
Syafruddin adalah terdakwa dalam perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang diungkap KPK.Di tingkat pertama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 24 September 2018, majelis hakim menghukum Syafruddin dengan pidana penjara 13 tahun dan denda Rp 700 juta.
Pada 2 Januari 2019, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menaikkan pidana penjara menjadi 15 tahun dan denda Rp 1 miliar. Saat itu, majelis hakim tingkat banding menilai tindakan Syafruddin memberikan surat keterangan lunas kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim sebagai tindak pidana korupsi.
Namun, Mahkamah Agung (MA) memutus lepas mantan Kepala BPPN Syafruddin lewat putusan kasasi yang dibacakan pada Selasa (9/7/2019). Vonis dikejar tenggat penahanan yang habis kemarin. Putusan kasasi ini membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.
Menanggapi putusan kasasi itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, di Gedung KPK, Jakarta, menyatakan, vonis ini tak akan berpengaruh pada penanganan kasus dengan tersangka pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. KPK tetap akan melanjutkan pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka, dan penelusuran aset. (Kompas, 10 juli 2019)
“Sekarang ini, sudah proses persidangan. Saya kira seluruhnya menjadi kewenangan penuh majelis hakim untuk melanjutkan sidang dengan agenda berikutnya adalah acara pembuktian dari Jaksa KPK selaku pemohon”
Secara terpisah, Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri menegaskan pada awal tahun 2020 ini KPK tetap akan melanjutkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ini. “Sekarang ini, sudah proses persidangan. Saya kira seluruhnya menjadi kewenangan penuh majelis hakim untuk melanjutkan sidang dengan agenda berikutnya adalah acara pembuktian dari Jaksa KPK selaku pemohon,” ujar Ali.
Jadwal pembuktian ini diagendakan akan digelar pada Jumat (24/1/2020) ini. Pengajuan Peninjauan Kembali ini dipilih setelah MA memutus lepas Syafruddin melalui putusan kasasi pada 9 Juli 2019. Saat itu, tiga majelis hakim berbeda penpadat. Syamsul Rakan dan Mohammad Asikin menilai perbuatan Syafruddin dalam gagal bayar BDNI terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bukan merupakan ranah pidana.
Syamsul menyebutnya sebagai ranah administrasi dan Asikin menilainya sebagai ranah perdata. Sebelumnya, Syafruddin divonis 13 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kemudian Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberatkan hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara, tapi kandas di MA.
Editor:
suhartono
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.