KPK Ingatkan Jerat Hukum bagi yang Membantu Menyembunyikan Harun Masiku
Komisi Pemberantasan Korupsi sedang memburu bekas caleg PDI-P, Harun Masiku. KPK mengingatkan adanya konsekuensi hukum bagi siapa pun yang membantu menyembunyikan keberadaan Harun.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — KPK mengingatkan adanya jerat hukum bagi siapa pun yang membantu menyembunyikan bekas caleg PDI-P, Harun Masiku. KPK sedang memburu Harun Masiku dengan menyebar foto dan status Harun yang masuk dalam daftar pencarian orang.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan, bagi siapa pun yang sengaja menyembunyikan Harun, sama saja dengan menjadi bagian dari upaya merintangi tugas penyidikan. Hal itu tertuang dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Kami tidak ingin berspekulasi lebih jauh apakah saat ini Harun disembunyikan atau tidak. Akan tetapi, siapa pun yang ternyata sengaja menyembunyikan Harun, itu bagian dari merintangi tugas penyidikan,” ucapnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/01/2020).
Berdasarkan Pasal 21 tersebut, setiap orang yang dengan sengaja merintangi penyidikan bisa dijerat dengan hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600 juta. Sejak tiga minggu lebih ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang melibatkan mantan anggota KPU Wahyu Setiawan, keberadaan Harun masih belum diketahui. ”Kami juga sudah menyebar foto Harun di situs web resmi KPK. Dalam situs tersebut juga kami sebarkan status Harun sebagai DPO (daftar pencarian orang),” ucapnya.
KPK sedang mencari keberadaan Harun di sejumlah wilayah, seperti Sulawesi dan Sumatera. Namun, hingga kini, tim pencari belum menemukan sosok Harun. Selain itu, KPK pun juga masih mendalami asal aliran dana sebesar Rp 400 juta yang digunakan untuk menyuap Wahyu.
”Tentunya penyidik memeriksa perkara ini, bagaimana proses PAW tersebut berjalan di KPU, kemudian pengusulan dari DPP PDI-P, dan seterusnya. Tentu itu keseluruhan yang terus kami gali dari pemeriksaan,” katanya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Sarifuddin Sudding, menduga, Menkumham Yasonna Laoly sengaja menutupi keberadaan Harun dengan menyatakan bahwa Harun berada di luar negeri. Hal ini mencederai kepercayaan publik. ”Seharusnya informasi yang disampaikan Menkumham harus disampaikan kebenarannya terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada publik,” ucapnya.
Imbas dari hal ini, Yasonna akhirnya memberhentikan Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie dari jabatannya. Ia juga memberhentikan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian (Sisdik) Alif Suaidi yang dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan sistem informasi imigrasi.
”Supaya terjadi hal-hal yang betul-betul independen dalam penelitian agar jangan ada conflict of interest nanti, saya sudah memfungsionalkan Dirjen Imigrasi dan Direktur Sisdik,” kata Yasonna.
Yasonna menilai ada kejanggalan pemberian informasi pelintasan Harun. Karena itu, ia membentuk tim independen untuk menyelidiki duduk persoalan yang terjadi. Tim independen merupakan gabungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI, dan Ombudsman RI.
Sementara itu, Ali menjelaskan, KPK juga sedang memeriksa sejumlah saksi terkait proses pencalonan Harun sebagi caleg di Dapil I Sumatera Selatan. Saksi yang diperiksa merupakan anggota KPU Sumsel.
”Proses pemeriksaan saksi masih sebatas bagaimana dengan perolehan suara Harun di Dapil dan proses pencalonannya,” ucapnya. Ali mengatakan, nantinya akan ada saksi lain yang dipanggil KPK untuk menelusuri proses PAW yang berasal dari putusan MA. Hal ini diperlukan dalam rangka melengkapi berkas-berkas penyidikan.