Presiden Joko Widodo menegaskan, pemerintah terbuka dengan masukan terkait isi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Sejumlah pihak meminta sejumlah pasal dalam RUU itu dikaji ulang.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja akan dilakukan secara terbuka dan melibatkan semua pihak terkait. Masih cukup waktu bagi masyarakat dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan. Selama RUU itu belum disahkan menjadi UU, kemungkinan perubahan rumusan masih terbuka.
Sebelumnya, muncul kritik dari sejumlah pihak terkait proses penyusunan draf RUU Cipta Kerja yang dinilai eksklusif. Sejumlah ketentuan di RUU itu juga mendapat sorotan, misalnya yang menyangkut isu ketenagakerjaan, lingkungan hidup, relasi pusat-daerah, dan sinkronisasi draf dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Terkait hal itu, Presiden Jokowi, seusai menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Investasi di Jakarta, Kamis (20/2/2020), mengungkapkan, pemerintah dan DPR selalu terbuka dalam membahas RUU. Keterbukaan dalam pembahasan ini juga berlaku bagi RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah.
Masyarakat bisa memberikan masukan, baik melalui kementerian yang ditugaskan untuk membahas maupun para anggota DPR.
”Kami ingin terbuka. Baik DPR maupun kementerian menerima masukan-masukan, mendengarkan (usulan) masyarakat,” kata Presiden.
Presiden Jokowi juga menegaskan masih cukup waktu bagi masyarakat dan seluruh pihak terkait untuk memberikan masukan terkait isi RUU Cipta Kerja. Selama sebuah RUU belum disahkan menjadi UU, masih ada kemungkinan rumusan ketentuan diubah.
Presiden memperkirakan DPR dan pemerintah membutuhkan waktu tiga hingga lima bulan untuk pembahasan tingkat pertama dan tingkat kedua. Selama itu, masyarakat bisa memberikan masukan, baik melalui kementerian yang ditugaskan untuk membahas maupun para anggota DPR.
Sosialisasi substansi
Ketua Tim Satuan Tugas Omnibus Law Cipta Kerja Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, substansi omnibus law itu bukan berasal dari pihaknya. ”Kami dikasih kerangkanya. Substansinya sudah ada. Kemudian, kami diminta memberikan masukan dari dunia usaha agar implementasinya bisa jalan,” kata Rosan yang juga Ketua Umum Kadin Indonesia saat berkunjung ke Kantor Redaksi Harian Kompas.
Menurut Rosan, hal tersebut karena pemerintah tidak mau mengulang 16 paket kebijakan ekonomi yang tidak berjalan karena saat itu komunikasi dengan dunia usaha belum optimal. Selain itu, dia juga mengatakan, sejak pekan ini pihaknya diminta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk menyosialisasikan RUU Cipta Kerja ke berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat.
Rosan mengatakan, sebelumnya sosialisasi tidak dapat dilakukan karena dinamika omnibus law sangat tinggi. Pasal-pasal dan kluster masih berubah-ubah. ”Maka, saya tidak pernah ngomong kepada publik sampai (draf RUU) dimasukkan ke DPR,” ujarnya.
Rosan juga mengatakan, industri padat karya merupakan sektor utama yang diincar melalui RUU Cipta Kerja. Industri padat karya yang membutuhkan banyak tenaga kerja diharapkan bisa lebih banyak membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Selama ini, investasi yang masuk tidak diiringi penyerapan angkatan kerja yang tinggi.
Tenaga kerja
Kemarin, Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja merampungkan pembedahan draf RUU itu. Dari kelima kluster isu yang dibahas terkait ketenagakerjaan, satu kluster, yakni terkait pemutusan hubungan kerja dan penghargaan lain, belum rampung pembahasannya.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Benny Rusli menuturkan, perwakilan serikat buruh satu per satu mengundurkan diri karena merasa pelibatan mereka tidak signifikan dan hanya sebagai stempel legitimasi pemerintah. Setelah mengikuti rapat pembahasan, ada banyak silang pendapat antara unsur pekerja dan pengusaha karena kepentingan yang bertolak belakang satu sama lain. Pengusaha umumnya menyetujui isi draf, sedangkan buruh menyampaikan banyak kritik.
Wakil Ketua Satgas Omnibus Law Cipta Kerja Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, persoalan hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja perlu dilihat secara komprehensif. Ia mengutip survei Organisasi Dagang Eksternal Jepang (Jetro) terbaru yang menilai, produktivitas pekerja di Indonesia tidak selaras dengan upah minimum regional. ”Memang ada faktor-faktor lain, seperti korupsi dan perizinan, tetapi buruh salah satu faktor penting yang memengaruhi masuknya investasi,” katanya.
Pemda dan lingkungan
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, pemerintah dan DPR hendaknya mengkaji lebih dalam pasal-pasal RUU Cipta Kerja yang akan menarik kewenangan pemerintah daerah (pemda) ke pusat. Jika tidak hati-hati, hal tersebut bisa berdampak kepada pelayanan publik. Selain itu, ada sejumlah pasal RUU Cipta Kerja yang harus ditinjau ulang karena membangun konstruksi pemda tidak sejalan dengan konstitusi, bertentangan dengan konsep otonomi daerah, dan bertentangan dengan ketentuan hukum lain.
Terkait isu resentralisasi kewenangan, pada 19 Februari, di Bali, Kementerian Dalam Negeri menggelar rapat dengan asosiasi-asosiasi pemda. Akan tetapi, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan belum ada keputusan dari rapat tersebut.
Dari sisi lingkungan, Henny Warsilah, Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang juga Tim Pengarah Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana, mengingatkan, pembangunan berkelanjutan mensyaratkan integrasi tiga aspek, yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Namun, RUU Cipta Kerja justru hanya memprioritaskan ekonomi dan investasi, dengan mengabaikan dimensi sosial dan lingkungan. Selain itu, RUU ini juga bakal meningkatkan risiko bencana. Implikasi melonggarkan analisis mengenai dampak lingkungan, potensi kerusakan lingkungan akan meningkat.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nunu Anugrah, saat ditemui di kantornya, enggan menanggapi RUU Cipta Kerja. ”Masih dibahas secara teknis dan sistematis. Jangan sekarang (penjelasannya),” ucapnya. (NTA/BOW/REK/AIK/AGE/CAS/TAN)