Dipulangkan, Anak-anak Para Teroris Pelintas Batas Akan Jalani Deradikalisasi
Pemerintah tengah mendata anak-anak dari para teroris pelintas batas yang kini berada di kamp-kamp Suriah untuk bisa dipulangkan. Anak-anak itu diyakini masih bisa diarahkan sehingga pengaruh ideologi radikal terkikis.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana memulangkan anak-anak dari para teroris lintas batas (foreign terrorist fighter/FTF) yang berusia di bawah 10 tahun. Anak-anak yang dipulangkan itu nantinya diharapkan masih dapat diarahkan melalui program deradikalisasi.
Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Selasa (25/2/2020), di Jakarta, mengatakan, pemerintah akan mencari dan mengidentifikasi anak-anak dari para teroris lintas batas asal Indonesia yang kini tersebar di kamp-kamp pengungsian.
”Akan dilihat apa ada (anak) yang diduga atau diketahui sebagai orang Indonesia. Itu mulai didata untuk yang usianya di bawah 10 tahun. Mereka ada orangtuanya atau enggak. Itu dulu yang penting dan sekarang sedang dimulai langkah-langkah awal menuju itu,” kata Mahfud.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 11 Februari lalu, pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan teroris lintas batas asal Indonesia. Mencegah kembalinya mereka dilakukan untuk menjamin keamanan 267 juta WNI. Namun, kepulangan untuk anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan (Kompas, 12/2/2020).
Terkait dengan hal itu, pemerintah berencana mengirim tim untuk memverifikasi para teroris lintas batas asal Indonesia yang berada di Suriah dan sejumlah negara lain.
Tim gabungan sejumlah instansi, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kepolisian Negara RI, itu akan bekerja tiga sampai empat bulan untuk mendata secara detail 689 WNI eks Negara Islam di Irak dan Suriah, berapa anak, perempuan, dan kombatan (Kompas, 14/2/2020).
Dapat diarahkan
Menurut Mahfud, pemerintah menilai yang perlu dipulangkan adalah mereka yang berusia di bawah 10 tahun. Sebab, meskipun mereka pernah dipengaruhi ideologi yang dianut orangtuanya, mereka dianggap masih dapat diarahkan dan diperbaiki.
Selain mengidentifikasi anak-anak dari para teroris lintas batas, pemerintah juga akan mencari keluarga para teroris lintas batas yang berada di Indonesia. Hal itu merupakan bagian dari rencana pemerintah selanjutnya jika anak-anak tersebut jadi dipulangkan ke Indonesia.
”Akan dikemanakan, ditempatkan di mana, kepada siapa. Kan dicari juga keluarganya di sini siapa,” ujar Mahfud.
Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, keputusan memulangkan anak-anak teroris lintas batas dengan usia di bawah 10 tahun dinilai lebih manusiawi. Namun, keputusan itu bukan berarti tanpa masalah, karena itu berarti mereka akan dipisahkan dari orangtuanya, terutama dari ibunya.
”Kalau ayahnya, kan, umumnya dipenjara. Ibunya boleh dikatakan tidak terkait dengan itu. Jadi, sebaiknya perlu diperhitungkan untuk memulangkan mereka bersama dengan ibunya. Sementara bagaimana dengan kakak-kakaknya yang berusia di atas 10 tahun? Itu, kan, problematis,” kata Chaidar.
Tumbuh kembang anak
Rencana untuk menempatkan anak-anak itu pada keluarga mereka di Indonesia juga bukan tanpa masalah. Sebab, keluarga mereka di Indonesia adalah keluarga besar, bukan keluarga inti. Mereka belum tentu menerima anak-anak tersebut. Jika demikian, hal itu akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Di sisi lain, menurut Chaidar, tampak pemerintah tidak yakin dengan program deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sementara eks teroris yang berhasil meninggalkan ideologinya adalah mereka yang melakukan deradikalisasi secara mandiri. Adapun dari hasil kajian, melihat situasi nyata di sana jauh lebih berpengaruh ketimbang fatwa dari ulama dalam proses deradikalisasi.