Layak Diperhatikan, WNI dari Daerah Rawan Covid-19
Imigrasi Indonesia telah menolak 126 WNA masuk ke Indonesia. Mereka yaitu orang-orang yang 14 hari terakhir sebelum ketibaan di Indonesia pernah tinggal atau melakukan perjalanan ke daerah rawan penyebaran virus korona.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga negara Indonesia yang pernah bepergian dari sepuluh daerah di luar negeri dengan peningkatan kasus virus korona tertinggi di luar China layak mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Langkah ini penting untuk memastikan agar mereka yang sakit segera dirawat sampai sembuh agar sekaligus mencegah penularan di masyarakat.
”Demi kewaspadaan umum, apalagi situasinya seperti sekarang ini, seharusnya pemerintah memberikan perhatian khusus kepada mereka. Bila perlu, karantina khusus. Atau kalau tidak bersedia, pemerintah memfasilitasi pemantauan di rumah masing-masing,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan di Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Warga negara Indonesia (WNI) yang minimal sejak Februari pernah bepergian ke daerah rawan penyebaran virus korona di luar negeri, menurut Surya, berisiko tertular virus korona. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menelusuri dan memantau mereka secara khusus.
Dari semua kasus virus korona di dunia, Surya melanjutkan, hanya 16 persen individu terpapar yang menunjukkan gejala. Artinya, WNI yang sebenarnya tertular virus korona saat berada di daerah rawan di luar negeri belum terdeteksi saat masuk ke Indonesia.
”Sekali lagi demi kewaspadaan bersama, mereka layak mendapat perhatian. Belum tentu terkena virus korona, tetapi jika ada yang terkena, mereka layak mendapat perawatan dan pengobatan yang layak. Hal ini sekaligus untuk mencegah penularan di masyarakat,” tutur Surya.
Pemerintah sejak 6 Februari memberlakukan larangan masuk dan transit ke Indonesia bagi warga negara China dan warga negara asing (WNA) yang pernah mengunjungi China dalam 14 hari terakhir sebelum kedatangan di Indonesia. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus korona di mana Provinsi Hubei di China menjadi episentrumnya.
Dalam perjalanannya, virus korona merebak ke beberapa negara dengan peningkatan kasus tertinggi di Iran, Italia, dan Korea Selatan. Peningkatan kasus terutama terjadi di sepuluh daerah di tiga negara tersebut. Di Iran, konsentrasinya di Tehran, Qom, dan Gilan. Di Italia, konsentrasi tertinggi di Lombardi, Veneto, Emilia Romagna, Marche, dan Piedmont. Di Korea Selatan, konsentrasinya di Kota Daegu dan Provinsi Gyeongsangbukdo.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia per 8 Maret memperluas kebijakan larangan masuk dan transit ke Indonesia. Kebijakan ini juga berlaku untuk WNA yang selama 14 hari terakhir sebelum kedatangan pernah melakukan perjalanan di 10 daerah rawan tersebut.
Dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting menyatakan, WNI yang baru saja melakukan perjalanan dari 10 daerah rawan tersebut tetap diizinkan masuk. Meskipun demikian, mereka harus menjalani pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan di pintu-pintu masuk.
Saat ditanya berapa jumlah WNI dari 10 daerah rawan yang masuk ke Indonesia sejak Februari atau sejak 8 Maret, Jhoni mengatakan, ia tidak membawa datanya. Namun, hal yang pasti, pihak yang berwenang mengumumkan angkanya adalah Kementerian Kesehatan.
”Secara umum, yang pasti dari Wuhan, dari kapal Dream World, dan dari Diamond Princess. Pada saat itu masih Wuhan dan Hubei saja. Dan pada saat itu yang masuk belum kita record. Tapi, kita masih bisa cek lagi rekapnya dari sistem kami. Nanti biar sama-sama dengan Kemenkes,” kata Jhoni.
Sementara itu, selama 6 Februari-10 Maret, Imigrasi Indonesia telah menolak 126 WNA masuk ke Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang 14 hari terakhir sebelum kedatangan ke Indonesia pernah tinggal atau melakukan perjalanan ke daerah-daerah rawan penyebaran virus korona sebagaimana sudah ditetapkan dalam ketentuan. ”Langsung dideportasi,” kata Jhoni.
Mereka di antaranya adalah warga negara China, Italia, Korea Selatan, Rusia, Romania, Brasil, Selandia Baru, Inggris, Armenia, Malaysia, Ghana, dan Amerika Serikat. Pintu masuk terbanyak menolak WNA itu adalah Bandara Ngurah Rai di Denpasar, Bali. Baru kemudian Bandara Soekarno-Hatta dan beberapa bandara lain, serta pelabuhan di Batam.