Pembahasan Perppu No 1/2020 Tunggu Masa Sidang DPR Berikutnya
DPR kemungkinan membahas RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU pada masa persidangan saat ini. Jika mengacu Pasal 22 UUD 1945, pembahasan seharusnya baru dilakukan pada masa sidang DPR berikutnya.
Oleh
RINI KUSTIASIH/Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR kemungkinan membahas Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang pada masa persidangan saat ini. Padahal, jika mengacu Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945, pembahasan seharusnya baru dilakukan pada masa persidangan DPR berikutnya.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Rabu (15/4/2020), saat ini DPR sedang fokus membantu pemerintah dalam penanganan Covid-19. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 itu pun menjadi salah satu hal penting yang akan dibahas. Namun, pembahasannya masih menunggu rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
”Nanti itu akan kami bahas, mungkin sebelum reses,” katanya. Masa persidangan DPR saat ini atau masa persidangan ketiga berakhir pada 12 Mei 2020. DPR kemudian memasuki masa reses sebelum memulai masa sidang keempat.
Pada 2 April lalu, pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perppu No 1/2020 Menjadi UU.
Perppu No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan ditetapkan 31 Maret 2020.
Kekebalan hukum
Salah satu pasal di dalamnya menuai kritik publik karena dianggap memberikan kekebalan hukum. Pasal dimaksud yaitu Pasal 27 Ayat 2. Pasal itu mengatur anggota, sekretaris, anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan perppu tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Namun, pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura, menilai perppu tersebut seharusnya tidak dibahas pada masa persidangan DPR yang berlangsung saat ini, tetapi pada masa sidang berikutnya. Ini mengacu pada Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, dia mempertanyakan sikap pemerintah yang telah menyerahkan draf RUU penetapan perppu itu kepada DPR.
”Perppu ini, kan, ditetapkan 31 Maret 2020, sementara masa sidang ketiga DPR dibuka pada 30 Maret 2020. Tetapi, kenapa RUU perppu ini diserahkan kepada DPR pada 2 April 2020,” katanya.
Peneliti KoDe Inisiatif, Violla Reininda, mengingatkan, kalaupun DPR mau membahasnya pada masa sidang saat ini, DPR harus mencermati substansinya, terutama Pasal 27. Pasal itu dinilai berbahaya karena memberikan kekebalan hukum dan berpotensi menyimpangi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Anggaran TNI
Sementara itu, Komisi I DPR menyetujui usulan penambahan anggaran Rp 3,285 triliun yang diajukan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Persetujuan diberikan saat rapat kerja Komisi I dengan Panglima TNI, Rabu siang.
”Namun, dana kontingensi yang TNI usulkan sebesar Rp 3,285 triliun itu baru akan kami pakai jika kondisi darurat di masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang semakin menghebat dan tidak terkendali. Akan tetapi, jika kondisinya aman dan terkendali, dana tambahan tersebut tidak akan TNI gunakan. Hanya DPR sekarang sudah menyetujui jika terjadi apa-apa dan TNI menggunakannya,” kata Hadi saat dikonfirmasi Kompas, Rabu malam.
Anggaran tambahan itu salah satunya untuk membantu penanganan kesehatan. TNI, disebutkannya, memiliki 109 rumah sakit (RS) yang bisa ditingkatkan kemampuannya menjadi RS rujukan Covid-19. Namun, untuk itu, diperkirakan butuh dana Rp 1,81 triliun. Ini di antaranya untuk menyediakan ruangan bertekanan negatif dan alat kesehatan seperti alat perlindungan diri dan ventilator.
Sementara itu, Rp 1,46 triliun sisanya untuk pengerahan 95.000 personel TNI selama 150 hari. Selama 90 hari di antaranya untuk operasi kontingensi dan 60 hari untuk tahap rehabilitasi atau rekonstruksi.