Ramadhan, Momentum untuk Memutus Penyebaran Covid-19
Bulan Ramadhan diharapkan juga menjadi momentum untuk memutus rantai penularan wabah Covid-19. Presiden Jokowi dan Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap masyarakat tetap khusyuk beribadah di rumah selama Ramadhan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Umat Islam di Indonesia memulai hari pertama puasa wajib di bulan Ramadhan 1441 Hijriah pada Jumat (24/4/2020) ini. Presiden Joko Widodo mengharapkan masyarakat, khususnya umat Islam, menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
”Mari kita sambut Ramadhan yang barokah sebagai momen untuk memutus rantai penularan wabah demi keselamatan diri, sanak saudara, dan seluruh bangsa,” kata Presiden melalui video singkat yang disebarluaskan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Kepresidenan, Kamis (23/4/2020) malam.
Mari kita sambut Ramadhan yang barokah sebagai momen untuk memutus rantai penularan wabah demi keselamatan diri, sanak saudara, dan seluruh bangsa.
Umat Islam diharapkan menjadikan puasa sebagai momentum untuk memperkuat diri, menjaga semua keluarga dan kolega yang dicintai. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan disiplin diri. Tak hanya dalam beribadah, tetapi juga kedisiplinan melaksanakan untuk memutus mata rantai Covid-19 demi keselamatan diri, sanak saudara, dan seluruh bangsa.
Presiden menyampaikan bahwa Ramadhan tahun ini memang tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Bangsa Indonesia, seperti juga negara-negara lain di dunia, tengah menghadapi tantangan yang tak ringan, yakni pandemi Covid-19.
Pandemi membuat Ramadhan yang biasanya semarak menjadi sepi. Masjid-masjid yang biasanya ramai pada bulan Ramadhan juga menjadi hening. Meski begitu, Presiden mengajak semua umat Islam Indonesia menyambut Ramadhan dengan penuh rasa syukur.
Keheningan justru akan membuat umat Islam bisa lebih meresapi makna sejati ibadah puasa. ”Suasana baru akan kita rasakan, meresapi makna sejati ibadah puasa yang kita jalankan. Puasa ibadah pribadi tanpa perlu saksi,” tuturnya.
Pesan senada disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
”Jadikan puasa momen memperkuat diri, menjaga semua orang yang kita cintai. Saatnya kita berdisiplin diri. Mari kita sambut Ramadhan yang barokah sebagai momen untuk memutus rantai penularan wabah demi keselamatan diri, sanak saudara, dan seluruh bangsa,” ujarnya, Rabu (22/4/2020).
Jadikan puasa momen memperkuat diri, menjaga semua orang yang kita cintai. Saatnya kita berdisiplin diri. Mari kita sambut Ramadhan yang barokah sebagai momen untuk memutus rantai penularan wabah demi keselamatan diri, sanak saudara, dan seluruh bangsa.
Haedar mengajak umat Islam berpikir dan bertindak dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas, terutama di kala darurat karena pandemi Covid-19.
”Jangan semua disikapi seolah normal karena kondisi saat ini darurat. Apa tidak melihat kenyataan betapa dahsyatnya wabah korona ini? Amerika Serikat saja terbesar korban meninggal. Jangan menyepelekan wabah ini,” tuturnya menyikapi masih banyaknya umat Islam yang berkukuh beribadah di masjid.
Kasus Covid-19 di Indonesia memang tak sebanyak AS. Akan tetapi, hal itu justru harus tetap diwaspadai dengan melakukan berbagai upaya pencegahan. Ikhtiar untuk mencegah penyebaran wabah supaya tak meluas dibenarkan oleh agama dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, melakukan ibadah Ramadhan di rumah merupakan pilihan yang tepat. Pilihan itu pun sudah berlaku di seluruh dunia, bahkan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah juga tak menggelar shalat Jumat dan tarawih.
”Ingat, Nabi (Muhammad SAW) hanya satu kali shalat Tarawih di masjid. Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan dalam beragama. Kenapa begitu ngotot Tarawih berjemaah harus di masjid dalam suasana saat wabah meluas?” kata Haedar.
Dalam masa darurat, semestinya umat Islam bersedia mengikuti mayoritas pandangan bahwa selama masa pandemi, ibadah dilakukan di rumah dengan khusyuk dan berjemaah dengan anggota keluarga. Haedar kembali mengingatkan prinsip La dharara wa la dhirara, jangan berbuat yang menyebabkan kerusakan untuk diri sendiri dan bagi orang lain.
Karena itu, semestinya dalam situasi darurat wabah, umat jangan beragama dengan semaunya sendiri-sendiri. Akan lebih baik jika umat mengukuti pendapat mayoritas yang disiarkan pada Al Quran dan As-Sunnah serta konteks situasi darurat umat manusia sedunia yang tengah dihadapi.