Kisah Mil Mi-6, Helikopter Terbesar di Dunia yang Pernah Dioperasikan AURI
TNI mengoperasikan berbagai jenis helikopter untuk mendukung misi mereka. Pada dekade 1960-an, Angkatan Udara Republik Indonesia pernah mengoperasikan heli terbesar di dunia, Mil Mi-6, buatan Uni Soviet.
Oleh
Iwan Santosa
·4 menit baca
Dalam sejarah penerbangan dunia, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pernah mengoperasikan helikopter terbesar di dunia semasa dekade 1960-an. Helikopter tersebut adalah Mil Mi-6 Hook buatan Uni Soviet.
Kepala Subdinas Penerangan Umum TNI Angkatan Udara Kolonel (Sus) Yuris dalam komunikasi telepon menjelaskan, helikopter angkut berat tersebut pernah berpangkalan di Lanud Semplak (kini Lanud Atang Sendjaja) di Kota Bogor, Jawa Barat.
Helikopter dengan panjang 33 meter (tiga kali panjang bus Transjakarta) dan tinggi 9,86 meter itu dibuat pertama kali di pabrikan helikopter Mil di Moskwa, Uni Soviet, tahun 1957. Helikopter Mi-6 mampu mengangkut 90 orang dan kemampuan angkut beban 12 ton serta memiliki kecepatan maksimum 300 kilometer per jam.
Bandingkan ukuran dan kemampuan Mi-6 yang beroperasi tahun 1960-an itu dengan helikopter terbesar dan terbaru TNI AU saat ini seperti EC725 AP Caracal. Helikopter EC725 buatan Perancis berkapasitas angkut 31 orang dengan bobot lepas landas 11,2 ton serta kecepatan maksimum 324 kilometer per jam.
Dalam buku perjalanan sejarah Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja 1950–2003 Home of Chopper karya T Djohan Basyar disebutkan, didatangkan sembilan unit helikopter Mi-6 yang diserahkan operasionalnya kepada masing-masing Komando Operasi (Koops) AURI semasa itu. Helikopter tersebut tergabung dalam Skadron Udara 6 di Lanud Semplak, Bogor.
Pada Mei 1962 jumlah penerbang helikopter AURI baru ada 14 orang, yakni Mayor Udara Suwoto Sukendar, Kapten Udara S Kardjono, Kapten Udara Suti Harsono, Kapten Udara Kusnindar, Letnan Udara (LU) II Achnad Aulia Suratno, LU II Sie Tjoen Kwan (Gunawan), LU II Soelarso Soebroto, LU II Prawitri Oetomo, LU II Ismet S Atmawinata, LU II Slamet Mochtar, LU II Sutikno, LU II Noor Anieq, LU II Ijan DS, dan LU II Soekono Karsoatmo.
Selanjutnya helikopter Mi-6 didatangkan bulan Januari 1965 menyusul kedatangan dua helikopter Bell 204-B Iroquois dari Amerika Serikat. Dua dari sembilan helikopter Mi-6 dirakit di Lanud Tjililitan (kini Lanud Halim Perdanakusuma).
Sebagai pengawak helikopter angkut berat itu, pada Agustus 1964, AURI mengirimkan enam penerbang, tiga perwira, dan 12 bintara teknik ke luar negeri. Para penerbang tersebut adalah Kapten Udara Imam Suwongso, LU I SP Oetomo, LU I Soekono, LU I Noor Anieq, LU I Ijan MS, dan LU I Soehardono. Sementara para teknisi adalah Kapten Udara Moch Besar, Kapten Udara Burachman, LU II Sjamsudin Danas, Letnan Muda Udara I (LMU I) Mucharam, LMU I Soewali, LMU I I GM Soeamdi, LMU II Pribadi, Sersan Udara I (SU I) Soetrisno, SU I N Authar, dan SU I Mas’ud.
Perakitan dilakukan para teknisi AURI. Salah satunya Kapten Udara Atang Sendjaja. Kolonel Yuris menceritakan, dalam satu musibah, ada bagian badan helikopter Mi-6 yang diangkut truk terkena kabel tegangan tinggi. Sambaran listrik itu mengakibatkan Kapten Atang Sendjaja gugur. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama Pangkalan Udara Atang Sendjaja menggantikan nama Lanud Semplak, Bogor, pada 29 Juli 1966.
Skadron Udara 6 semasa itu terlibat dalam berbagai operasi, seperti pemberantasan pemberontak RMS, pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan, operasi kemanusiaan letusan Gunung Agung di Bali, dan operasi penyemprotan hama pertanian di Karawang, Jawa Barat.
Keberadaan helikopter angkut berat memang vital dalam menunjang berbagai operasi TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam beberapa kali percakapan menjelaskan pentingnya pengadaan pesawat angkut berat dan helikopter angkut berat bagi TNI, terutama dalam berbagai operasi tempur dan nontempur, termasuk di dalamnya tanggap bencana.
Helikopter Mi-6 sebagian besar dioperasikan oleh militer Uni Soviet dan maskapai penerbangan swasta Uni Soviet, Aeoroflot. Selain mampu membawa 65 prajurit bersenjata lengkap, heli tersebut juga dapat mengangkut 41 pasien untuk evakuasi medis udara.
Beroperasi sejak tahun 1965 dan sempat dioperasikan 15 negara hingga pensiun pada 2002, helikopter Mi-6 TNI AU terakhir terlihat di Lanud Atang Sendjaja pada 1975. Kini yang tersisa hanya bilah baling-baling ekor yang diabadikan di ruangan heritage Lanud Atang Sendjaja.