Mahkamah Agung Mulai Dipimpin Ketua Baru, Peradilan Harus Jadi Lembaga Pemberi Keadilan
Setelah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung, M Syarifuddin diharapkan memperbaiki kualitas sistem peradilan. MA perlu melanjutkan pembaruan sistem sesuai cetak biru MA, serta menciptakan peradilan pemberi keadilan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — M Syarifuddin, Kamis (30/4/2020), dilantik menjadi Ketua Mahkamah Agung periode 2020-2025, menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. Ketua baru Mahkamah Agung diharapkan bisa meningkatkan kualitas sistem peradilan di Tanah Air.
Syarifuddin mengikuti upacara pengambilan sumpah jabatan yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada pukul 09.30. Upacara pengambilan sumpah dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, hanya dihadiri undangan yang sangat terbatas.
Pengangkatan Syarifuddin didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua Mahkamah Agung. Keppres diterbitkan sebagai tindak lanjut hasil sidang paripurna khusus pemilihan Ketua MA periode 2020-2025 pada 6 April 2020.
Pada pemilihan yang berlangsung dua putaran itu, Syarifuddin meraih 32 suara, unggul 18 suara dari koleganya hakim agung Andi Samsan Nganro. Syarifuddin sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial.
Saat membacakan sumpah di hadapan Presiden, Syarifuddin berjanji akan memenuhi kewajiban sebagai Ketua MA dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Dia juga bersumpah akan memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undanngan dengan selurus-lurusnya. Tak hanya itu, ia juga berjanji berbakti kepada nusa dan bangsa.
Hakim konstitusi
Pada hari yang sama, Presiden Jokowi juga menyaksikan pengucapan sumpah hakim konstitusi baru, yakni Manahan MP Sitompul. Hakim konstitusi yang merupakan perwakilan MA itu diangkat berdasarkan Keppres Nomor 42/P Tahun 2020 tentang Pengangkatan Kembali Hakim Konstitusi yang Berasal dari Mahkamah Agung.
Manahan bukanlah orang baru di lingkungkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena sudah menjabat sebagai hakim konstitusi sejak 28 April 2015. Masa jabatan Manahan berakhir pada 28 April, dan kembali diangkat menjadi hakim konstitusi karena dianggap memenuhi persyaratan.
Upacara pengambilan sumpah jabatan diakhiri dengan penyampaian ucapan selamat dari Presiden Jokowi dan para pejabat yang hadir. Tidak seperti pada masa normal, ucapan selamat di tengah pandemi Covid-19 dilakukan tanpa berjabat tangan. Presiden hanya menangkupkan kedua tangan di depan dada sebagai tanda penyampaian ucapan selamat kepada pejabat yang baru diangkat.
Kualitas meningkat
Pengangkatan Ketua MA baru pengganti Hatta Ali itu disambut baik sejumlah kalangan, tak terkecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai sosok Syarifuddin tepat memimpin MA. Menurut dia, Syarifuddin mempunyai kapasitas, kapabilitas, dan profesionalitas untuk membawa MA menjadi lembaga yang disegani rakyat.
Syarifuddin memiliki rekam jejak panjang. Dia memulai karier hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 1981 hingga menjadi Kepala Badan Pengawasan MA pada 2011, dan terakhir sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial sejak 2016. Menurut Bambang, selama berkarier, Syarifuddin belum pernah terdengar memiliki masalah sehingga bisa disebut integritasnya sebagai hakim sudah teruji dan terbukti.
Karena itu, Bambang mengharapkan pengangkatan ketua baru itu dapat membawa MA menjadi lembaga yang lebih berintegritas. Hal yang tak kalah penting adalah kualitas sistem peradilan bisa terus ditingkatkan.
”Adagium hukum terkenal yang menyatakan ’lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang tak bersalah’ harus dipahami oleh hakim bahwa putusan yang diambilnya sangat berpengaruh. MA sebagai ujung tombak penegakan keadilan memikul tanggung jawab yang tak ringan,” kata Bambang.
Lebih jauh, politikus Partai Golkar itu mengajak seluruh rakyat memberikan pengawasan ketat terhadap perilaku hakim. Pengawasan terhadap lembaga yudikatif juga penting sebagaimana pengawasan yang dilakukan rakyat terhadap lembaga kepresidenan ataupun legislatif.
Sebelumnya, seperti dikutip dari Kompas.id (5/4/2020), pengajar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan agar Ketua MA yang baru melakukan pembaruan sistem peradilan sesuai dengan cetak biru tahun 2010-2035. Masih banyak hal yang yang harus dilakukan, terutama dalam reformasi birokrasi di MA. Sebagian sudah berjalan, tetapi jika tidak dilanjutkan, dikhawatirkan sistem peradilan akan kembali mundur ke belakang.
Selain itu, MA juga dinilai memiliki kompleksitas perkara yang tinggi. Diduga masih ada mafia hukum di lingkungan peradilan. Pembaruan yang bersifat institusional sudah berjalan, tetapi di sisi lain delivery of justice belum terwujud. Internal institusi semakin membaik, tetapi pemberian keadilan belum sepenuhnya terwujud. Ketua MA yang baru nantinya dapat harus menghubungkan pembaruan institusional dengan mewujudkan keadilan bagi para pencari keadilan.