IPW melihat ada tiga gerbong besar dalam mutasi, yaitu gerbong Presiden Jokowi, Kapolri Idham Azis, dan Kepala BIN Budi Gunawan. Salah satu yang dinilai melesat, karier Ahmad Luthfi yang menjadi Kapolda Jawa Tengah.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Idham Azis melakukan mutasi besar-besaran terhadap perwira tinggi dan perwira menengah. Total ada 520 perwira tinggi dan menengah, di antaranya sembilan kepala kepolisian daerah. Selain itu, kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, dan kepala badan intelijen keamanan Polri.
Mutasi besar-besaran itu terlihat dalam tiga surat telegram dari Kapolri yang diumumkan pada Jumat (1/5/2020).
Sembilan kepala kepolisian daerah (polda) yang dirotasi itu adalah Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, Polda Banten, Polda Sumatera Selatan, Polda Kepulauan Riau, Polda Bengkulu, Polda Kalimantan Tengah, Polda Kalimantan Selatan, dan Polda Nusa Tenggara Barat.
Adapun perwira tinggi yang ditunjuk sebagai kapolda adalah Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Luthfi menjadi Kapolda Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran menjadi Kapolda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Eko Indra Heri menjadi Kapolda Sumatera Selatan, dan Inspektur Jenderal Fiandar menjadi Kapolda Banten. Adapun untuk posisi Kapolda Bengkulu ditunjuk Brigadir Jenderal (Pol) Teguh Sarwono dan Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menjadi Kapolda Kalimantan Tengah, Inspektur Jenderal Nico Afinta menjadi Kapolda Kalimantan Selatan, Inspektur Jenderal Aris Budiman menjadi Kapolda Kepulauan Riau, dan Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal ditunjuk menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, di antara yang dimutasi, ada pula nama Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar yang dimutasi menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Inspektur Jenderal Ryco Amelza Dahniel menjadi Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri, dan Brigadir Jenderal (Pol) Marthinus Hukom menjadi Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Regenerasi
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, melihat, mutasi merupakan hal yang biasa dilakukan di tubuh Polri. Mutasi bagian dari penyegaran, tetapi ada juga untuk tujuan regenerasi karena ada sejumlah pejabat Polri yang bakal pensiun.
Untuk para perwira tinggi dan menengah yang dimutasi, Kompolnas mengingatkan akan tantangan Polri ke depan. ”Polri harus bisa menghadapi segala tantangan yang muncul berkaitan dengan mandat yang diberikan untuk menjaga keamanan dalam negeri. Apalagi, Polri adalah institusi negara yang paling banyak bersentuhan dengan masyarakat,” katanya.
Ia terutama mengingatkan ketika saat ini masyarakat sedang bergulat dengan pandemi Covid-19. Polri, menurut dia, harus tetap bisa menampilkan wajah humanis dan simpatik sekalipun, di sisi lain, Polri dituntut untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna mencegah penyebaran Covid-19.
Adapun anggota Kompolnas, Bekto Suprapto, mengingatkan para perwira yang dimutasi, khususnya yang menjabat posisi-posisi strategis, untuk menyadari kuatnya tuntutan masyarakat kepada Polri. Tuntutan itu terkait demokratisasi, keterbukaan, serta Polri yang profesional dan mandiri.
”Untuk tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, polisi harus humanis; untuk tugas penegakan hukum, polisi harus tegas. Pelaksanaan keduanya harus menghormati hak asasi manusia, tidak bisa ditawar,” tuturnya.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melihat, dalam mutasi yang dilakukan Kapolri itu ada tiga gerbong besar yang bergerak.
”Yakni naiknya orangnya (Presiden) Jokowi menjadi Kapolda Jawa Tengah, naiknya orang-orangnya Kapolri Idham Azis, di antaranya menjadi Kapolda Kalimantan Tengah dan Kapolda Jawa Timur, serta naiknya orangnya (Kepala Badan Intelijen Negara) Budi Gunawan menjadi jenderal bintang tiga,” ujarnya.
Khusus mengenai penunjukan Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Luthfi menjadi Kapolda Jawa Tengah, ia melihatnya cukup fenomenal. Sebab, Luthfi yang semula menjabat Wakil Kapolda Jawa Tengah, bukan alumnus Akademi Kepolisian (Akpol). Catatan IPW, Luthfi menjadi figur non-Akpol pertama yang tampil menjadi Kapolda Jawa Tengah. Kariernya dinilai Neta melesat setelah menjadi panitia pengamanan pernikahan putri Presiden Joko Widodo di Solo, tahun 2017.
”Sepertinya dia sedang dipersiapkan Presiden Jokowi untuk menjadi calon Kapolri ke depan. Bisa jadi akan dipersiapkan menggantikan Idham Azis.
Mutasi lain yang disoroti IPW adalah naiknya Inspektur Jenderal Ryco Amelza Dahniel, mantan ajudan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi jenderal bintang tiga dan menjabat posisi strategis, yakni kepala Badan Intelijen Keamanan (kabaintelkam) Polri.
”Biasanya posisi kabaintelkam dipegang oleh figur yang dekat dengan kekuasaan karena menyangkut kemampuan analisis keamanan dan cipta kondisi bagi situasi kamtibmas dan kelanggengan kekuasaan. IPW belum mendapat info mengapa mantan ajudan Presiden Yudhoyono itu bisa tampil menjadi Kabaintelkam Polri di era Presiden Jokowi,” paparnya.
Menjadi promoter
Terlepas dari pengamatan IPW itu, Neta S Pane mengingatkan agar mutasi benar-benar membuat Polri menjadi profesional, modern, dan tepercaya atau promoter, seperti visi dan misi Polri. Ini penting karena tantangan Polri ke depan tidak ringan.
”Dampak pandemi Covid-19 telah membuat banyak pihak terpuruk ekonominya, ancaman PHK di depan mata, berbagai industri makin terkapar, dan kesulitan ekonomi makin parah. Artinya, ke depan, Polri tidak sekadar menghadapi tingkah pola para kriminal, tetapi juga ancaman konflik sosial sebagai dampak pandemi,” tutur Neta.
”Apalagi, saat ini sudah ada pihak yang menamakan dirinya Anarko yang memprovokasi massa untuk membuat kerusuhan. Dengan demikian, intelijen kepolisian dituntut bekerja keras untuk melakukan antisipasi dan deteksi dini,” katanya melanjutkan.